Kontroversi Staf Khusus Presiden yang Dituding Salah Gunakan Wewenang

Presiden Joko Widodo bersama tujuh Staf Khusus dari kalangan milenial.
Sumber :
  • vstory

VIVA – Dua orang Staf Khusus Presiden, yakni Andi Taufan Garuda Putra dan Adamas Belva Syah Devara menjadi sorotan masyarakat di tengah penanganan virus corona atau COVID-19 di Indonesia. Kedunya mendapat kritikan publik karena dituding menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan pribadi.

Andi Taufan dikritik karena mengirimkan surat perihal kerja sama sebagai Relawan Desa Lawan COVID-19 kepada Bapak/Ibu Camat di seluruh wilayah Indonesia, bernomor: 003/S-SKP-ATGP/IV/2020 tertanggal 1 April 2020.

Dalam surat itu, PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) milik Andi Taufan diminta berpartisipasi menjalankan program yang diinisiasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi di area Jawa, Sulawesi dan Sumatera. Andi Taufan langsung minta maaf dan mencabut surat tersebut. 

"Saya mohon maaf atas hal ini dan menarik kembali surat tersebut," kata Andi Taufan saat dikonfirmasi VIVA.

Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Hinca Panjaitan, mempertanyakan tindakan tak pantas Andi itu. 

"Di tengah pandemi ini kita harus melihat bagaimana yang seharusnya membantu Presiden menjalankan tugas dan kewajibannya mengatasi Covid-19 sekarang ini, justru melakukan manuver yang kurang patut dan tak pantas," ucap sang Sekjen.

"Kekuasaan dapat dipakai untuk kebaikan, tapi terkadang ia bisa juga terpeleset untuk sebuah kepentingan," imbuh dia.

Menurut Hinca, praktik semacam ini sudah tidak bisa ditolerir lagi. Karena berpotensi penyalahgunaan kekuasaan, Hinca berharap ada konsekuensi etis yang dikeluarkan.

"Harapan saya ada dua, pertama Pak Jokowi bisa memberhentikannya atau saudara Andi Taufan sendiri bersedia mundur dari jabatannya, ini gentlemen," kata Hinca.

Belva Delvara

Kemudian, giliran Belva Delvara yang menjadi sorotan publik karena perusahaan Ruangguru yang dipimpinnya dijadikan mitra pemerintah untuk memberi pendampingan kepada para pengangguran melalui program kartu pra kerja.

Keterlibatan Ruangguru dalam dalam pelatihan online Kartu Prakerja dinilai kental dugaan nepotisme dalam penunjukan vendor platform digital. Keterlibatan platform digital itu dapat memicu konflik kepentingan.

Namun, Belva Delvara pun langsung mengklarifikasi bahwa tidak terlibat dan ikut dalam pengambilan keputusan tersebut. Sebab, Belva juga tidak pernah menghadiri rapat mengenai prakerja bersama Kementerian Koordinator Perekonomian dan manajemen pelaksana (PMO).

"Saya tidak ikut dalam pengambilan keputusan apapun di program prakerja termasuk besaran anggarannya maupun mekanisme teknisnya. Semua dilakukan independen oleh Kemenko Perekonomian dan Manajemen Pelaksana (PMO)," kata Belva lewat Twitternya.

Bahkan, Belva mengaku siap mengundurkan diri dari jabatan Staf Khusus Presiden. Tapi, ia masih menunggu konfirmasi dari Istana dulu apakah memang ada konflik kepentingan bahwa Ruangguru jadi mitra program kartu prakerja. Padahal, Belva tidak ikut proses seleksi mitra.

"Saya sedang konfirmasi ulang ke Istana apakah memang ada konflik kepentingan. Jika ada, tentu saya siap mundur dari stafsus saat ini juga. Saya tidak mau menyalahi aturan apapun," ujarnya.

Walau tidak ada yang dilanggar secara hukum, sebenarnya demi menghindari persepsi/asumsi, Belva siap dan sudah menawarkan untuk mundur. Namun, keputusan mundur adalah keputusan besar dan harus didiskusikan dengan Istana.

"Jadi mohon dipahami bukan hanya masalah saya mau/tidak. Saya sangat kagum dan hormat kepada Bapak Presiden Joko Widodo, dan sangat berterima kasih atas diberikannya kepercayaan, dan akan berkontribusi semampu saya untuk mendukung beliau memajukan Indonesia," jelas dia.