SBY Soroti 5 Isu Ekonomi, dari Daya Beli hingga Pemindahan Ibu Kota

SBY dalam Akademisi Demokrat
Sumber :
  • VIVAnews/Anwar Sadat

VIVA - Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, pada tahun 2019, memang pemerintah telah berupaya mengatasi permasalahan ekonomi bangsa, tetapi ada yang berhasil dan ada juga yang belum.

Menurut SBY, saat ini masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah. "Tahun 2020, dan tahun-tahun ke depannya, ekonomi global dan kawasan diperkirakan dalam keadaan tidak baik. Banyak yang mengatakan bahwa dunia akan mengalami resesi ekonomi. Artinya, pertumbuhan akan melambat atau tumbuh rendah. Keadaan ini akan berdampak negatif dan makin membebani ekonomi Indonesia," kata SBY dalam Pidato Refleksi Pergantian Tahun 2019 di JCC Senayan, Rabu 11 Desember 2019.

Dalam forum ini, kata SBY, Demokrat menyampaikan hal-hal untuk diwaspadai oleh pemerintah, tujuannya adalah menyelamatkan ekonomi Indonesia di kala ekonomi dunia sedang tidak cerah. Dari semua permasalahan dan tantangan ekonomi saat ini, Demokrat ingin fokus pada lima isu ekonomi.

Yang pertama adalah menyangkut pertumbuhan ekonomi. SBY menilai jika ekonomi Indonesia tumbuh rendah, di bawah 6 persen misalnya, lapangan pekerjaan baru akan sulit didapat. Penghasilan dan daya beli rakyat sulit ditingkatkan, dan angka kemiskinan juga tak mudah untuk diturunkan.

"Dalam jangka pendek dan menengah, dua langkah besar perlu dilakukan. Pertama, bagaimanapun investasi dunia usaha harus ditingkatkan. Usaha swasta, dan bukan hanya BUMN, harus mendapat peluang bisnis yang lebih besar. Karenanya, Demokrat mendukung penuh upaya pemerintah untuk meningkatkan investasi kita," ujar SBY.

Isu ekonomi yang kedua adalah menyangkut pengangguran dan lapangan pekerjaan. SBY meminta pemerintah agar tidak hanya melihat data statistik yang menyebut penurunan angka pengangguran sekitar 1 persen dalam waktu 5 tahun. Tetapi juga harus melihat struktur dan migrasi pekerjaan yang terjadi di masyarakat.

"Demokrat juga berharap pemerintah memiliki kebijakan yang efektif dan lebih agresif bagi pencari kerja kaum milenial. Meskipun sektor pertanian, industri dan jasa tetap menjadi tulang punggung ekonomi nasional, Indonesia juga memasuki era baru. Ekonomi baru atau ekonomi digital telah menjadi bagian dari ekonomi kita. Karenanya, pendidikan dan pelatihan bagi kaum milenial ke depan harus dilakukan secara serius," ujarnya.

Isu ketiga adalah berkaitan dengan daya beli dan perlindungan sosial untuk masyarakat. Lemahnya daya beli masyarakat, kata SBY, memang nyata, terutama pada masyarakat berpenghasilan rendah dan kaum tidak mampu. Penurunan daya beli ini juga ditandai oleh perlambatan penjualan retail, dan perlambatan konsumsi makanan.

"Ada 2 cara untuk meningkatkan penghasilan dan daya beli rakyat. Pertama melalui mekanisme ekonomi, yaitu dengan meningkatkan pertumbuhan dan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan. Yang kedua, bagi mereka yang benar-benar mengalami kesulitan dalam kehidupan rumah tangganya, pemerintah perlu memberikan bantuan. Inilah yang disebut dengan perlindungan sosial," ujarnya.

Isu ekonomi yang keempat adalah berkaitan dengan kebijakan fiskal, termasuk utang negara, Demokrat mengingatkan agar pengelolaan fiskal dan penambahan utang baru ini benar-benar cermat dan tepat. Menambah utang baru, kata SBY, tentu bukan satu-satunya solusi, selain itu, memberikan beban kepada rakyat untuk menambah penerimaan negara juga tidak bijaksana.

"Sebaliknya, mengurangi atau menunda pembelanjaan pemerintah tidak tabu untuk dilakukan. Yang penting, yang dikurangi janganlah anggaran yang menyangkut hajat hidup rakyat kita yang pokok. Kebijakan fiskal juga menyediakan ruang bagi kearifan dan kompromi, di samping pertimbangan yang rasional," ujarnya.

Isu ekonomi kelima, kata SBY, yakni menyangkut pemindahan ibu kota. Demokrat menyoroti persoalan sumber daya, termasuk anggaran, yang diperlukan untuk membangun ibukota baru. Setelah dipelajari, dalam APBN 2020 belum secara gamblang dan signifikan dicantumkan anggaran awal untuk pembangunannya.

Demokrat yakin, pemerintah sangat tahu bahwa membangun sebuah ibu kota hakikatnya adalah membangun kehidupan. Membangun sistem bukan sekedar membangun infrastruktur fisik. Pembangunannya juga memerlukan biaya yang sangat besar dan jangka waktu yang tidak singkat.

"Karenanya, Demokrat mengingatkan agar perencanaan strategis pemerintah benar-benar disiapkan dengan seksama. Konsepnya seperti apa? Timeline-nya seperti apa? Berapa besar biaya yang digunakan? Dari mana anggaran itu diperoleh? Apakah betul ada pemikiran untuk menjual aset-aset negara dan bahkan utang ke luar negeri untuk membiayainya," ujarnya. [mus]