Refly Harun: Jokowi Dibantu para Menteri yang Nilainya di Bawah 6

Presiden Joko Widodo bersama Wapres Maruf Amin memimpin rapat kabinet
Sumber :
  • Lukas/Biro Pers Sekretariat Presiden

VIVA – Presiden Joko Widodo marah besar atas kinerja para pembantunya di kabinet di masa pandemi Covid-19. Dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara pada 18 Juni 2020 lalu, Jokowi meminta para menterinya bekerja lebih keras lagi untuk masyarakat.

Dengan suara meninggi, Jokowi menyebut situasi saat sekarang sudah semestinya diatasi dengan langkah-langkah yang luar biasa atau extraordinary. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu sampai mengultimatum akan melakukan reshuffle kabinet bila itu dibutuhkan.

Baca: Kemarahan Jokowi Dinilai Pertontonkan Aib Sendiri

Kemarahan Presiden Jokowi itu direspons banyak pihak. Ada yang menganggap wajar Jokowi marah karena kecewa dengan kinerja para menteri yang tidak memiliki sense of crisis yang tinggi. Ada juga yang menilai kemarahan Jokowi justru membongkar aib di pemerintahannya sendiri.

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, menilai kemarahan Presiden Jokowi pada saat rapat kabinet bukan basa-basi, tapi puncak dari kekesalan Presiden atas kinerja para menterinya. Jokowi kesal karena para pembantunya itu tidak maksimal dalam bekerja. 

"Memang pada periode kedua Presiden Jokowi ini dibantu para menteri yang nilainya kurang dari 6. Pada periode pertama saja, saya mengatakan nilainya 6 saja, dan terbukti dalam perjalanan terjadi reshuffle, artinya kan ada masalah," kata Refly Harun melalui Channel Youtubenya yang dikutip VIVAnews, Selasa, 30 Juni 2020.

Sejak awal perumusan kabinet di periode kedua ini, Refly mengaku sudah melihat ada kemungkinan Presiden Jokowi akan reshuffle kabinetnya di tengah jalan. "Saya melihat, wah, tidak sampai setahun akan ada reshuffle," ujarnya.

Indikasinya, perumusan kabinet di periode kedua ini, Presiden seolah didikte oleh partai politik pendukung agar membagi-bagi jatah menteri. Parpol pendukung mengajukan kandidat calon menteri ke Presiden, yang pada akhirnya Presiden tak sanggup menolak karena 'balas jasa' politik.

"Seolah-olah Presiden tidak melakukan sistem pemerintahan presidensiil, di mana Presiden punya determinasi untuk memilih para pembantunya sebagai the dream team," tegasnya.

Ia khawatir jangan-jangan ada menteri dari parpol pendukung yang tidak dikenal Presiden Jokowi, baik kiprahnya maupun pribadinya. Karena menurut Refly, para menteri yang diusulkan parpol terkadang adalah 'orang dekat' ketua umum partai.   

"Kalau Presiden tidak punya room, tidak punya ruang, untuk memilih orang-orang terbaik dalam rangka mengimplementasikan program pemerintahannya, jangan harap Jokowi akan mewariskan legacy yang baik pada proses ke depan," ujar Refly.