MK Diminta Diskualifikasi Prabowo-Gibran Pemenang Pilpres 2024, PAN: Aneh

Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay
Sumber :
  • Dok. Istimewa

Jakarta – Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) di DPR RI, Saleh Partaonan Daulay mengatakan permintaan untuk mendiskualifikasi Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih 2024, terlalu mengada-ada.

Diketahui, tim pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), serta tim pasangan calon nomor 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD telah mengajukan gugatan hasil perselisihan pemilihan umum (PHPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Saya belum baca isi gugatannya, tetapi kira-kira itu kan maksudnya ada hak konstitusional pasangan 01 dan 03 yang hilang atau dirugikan dalam pemilu kemarin. Agar hak itu kembali, mereka menuntut agar pasangan 02 didiskualifikasi. Di satu pihak mereka menuntut hak, sementara di lain pihak menghilangkan hak orang lain," kata Saleh dikutip Antara pada Minggu, 24 Maret 2024.

Capres dan cawapres pemenang Pilpres 2024, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka bertemu di kawasan Jakarta Selatan, Jumat, 22 Maret 2024 (sumber foto: TKN Prabowo-Gibran)

Photo :
  • VIVA.co.id/Yeni Lestari

Menurut dia, sangat aneh apabila gugatan dari pihak 01 dan pihak 03 itu dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi nantinya. Sebab, kata dia, sulit untuk memahami logika yang disampaikan dalam gugatan tersebut karena gugatannya sama artinya dengan menghilangkan hak konstitusional pihak lainnya.

"Itu sama artinya menuntut pemenuhan hak konstitusional pasangan 01 dan 03, tetapi menghilangkan hak itu pada pasangan 02. Dari logika umum saja, susah memahami alur gugatan yang disampaikan. Kalau gugatannya dikabulkan, ya aneh aja. Prabowo-Gibran 'kan adalah WNI. Sama dengan WNI lainnya, mereka berhak memilih dan dipilih. Kalau pasangan lain boleh, semestinya mereka juga diperbolehkan," ujar Wakil Sekretaris dan Juru Bicara TKN Prabowo-Gibran ini.

Disamping itu, Saleh menduga gugatan tersebut didasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90. Padahal, kata dia, putusan itu sudah memiliki kekuatan hukum yang sah dan tidak perlu dipersoalkan kembali.

"Lagi pula aneh juga, putusan itu kan sifatnya final dan mengikat. Dan itu diputus di MK, lalu disoal lagi di MK. Sementara putusannya sudah final dan mengikat. Tidak hanya itu, putusan itu pun sudah dijalankan dan berlaku efektif. Saya tidak melihat ada ruang yang terbuka untuk mempersoalkan hal itu lagi," jelas dia.

Jadi, Saleh mengatakan gugatan yang didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi itu tidak memenuhi rasa keadilan karena tidak membolehkan Prabowo dan Gibran untuk menjadi pemenang Pemilu Presiden 2024.

"Kan tidak adil juga bagi pasangan yang sudah menang. Selain didiskualifikasi, mereka juga tidak boleh ikut berkontestasi lagi. Tuntutan seperti ini sama artinya pasangan 02 tidak boleh menang. Padahal, semua orang sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan," tegas dia.

Diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dalam Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 menyatakan bahwa Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pasangan calon terpilih dengan perolehan 96.214.691 suara.

Sementara itu, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar memperoleh 40.971.906 suara, disusul pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. dengan 27.040.878 suara. Dengan demikian, total surat suara sah sebanyak 164.227.475 suara.

Prabowo-Gibran unggul di 36 provinsi, sedangkan Anies-Muhaimin meraih perolehan suara terbesar di dua provinsi. Sementara itu, Ganjar-Mahfud tidak memenangi satu pun provinsi.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang perdana gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2024 pada Rabu, 27 Maret 2024 mendatang.

Hal itu diatur dalam Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2024 tentang Tahapan, Kegiatan dan Jadwal PHPU 2024 yang diteken oleh Ketua MK Suhartoyo pada 18 Maret 2024.

"Pemeriksaan pendahuluan, memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi permohonan serta memeriksa dan mengesahkan alat bukti pemohon," demikian bunyi beleid tersebut dikutip Minggu, 24 Maret 2024.

Diketahui, MK memiliki waktu kerja selama 14 hari untuk memeriksa sengketa Pemilu 2024 itu sebelum dibacakannya putusan.