Sidang Sengketa Pilpres, Ahli Kubu Ganjar-Mahfud Sebut PKPU 23 Tahun 2023 Khilaf
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta – Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas (Unand) Sumatera Utara, Charles Simabura menjadi salah satu saksi ahli yang dihadirkan kubu Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa, 2 April 2024.
Dalam sidang, Charles menyebutkan, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 23 Tahun 2023, tentang pencalonan peserta pemilihan umum presiden dan wakil presiden adalah suatu kekhilafan.
Awalnya, Charles menjawab pertanyaan dari salah satu anggota Bawaslu yang menanyakan apakah harus selalu ada tindaklanjut keputusan PKPU.
"Bukan harus dibentuk undang-undang, bukan harus direvisi undang-undang, putusan MK, erga omnes terhadap undang-undang, tapi dia butuh aturan lebih lanjut di tingkat teknis," kata Charles di ruang sidang MK, Jakarta, Selasa, 2 April 2024.
"Saya simulasikan kalau saya sebagai kepala daerah pernah menjadi kepala daerah belum berusia 40 tahun lalu saya akan didaftarkan sebagai calon presiden dan calon wakil presiden, apa syarat administrasi yang harus saya penuhi? Kalau kepala daerah yang sedang menjabat, undang-undang sudah mengatur, surat izin kepada presiden itu cukup dilampirkan," sambungnya.
Charles juga lanjut mempertanyakan apabila mantan kepala daerah itu ingin mendaftar sebagai calon presiden dan calon wakil presiden, apa yang harus dilampirkan sebagai syarat adminstrasi.
Menurutnya, PKPU 23/2023 tidak mengatur secara rinci terkait syarat administrasi pencalonan presiden dan calon wakil presiden.
"Dan di sinilah kekhilafan PKPU 23 Tahun 2023, yang tidak mengatur secara komprehensif turunan putusan 90 itu, kenapa dia hanya fokus kepala daerah yang sedang menjabat, tapi usianya belum 40 tahun yaitu saudara Gibran atau Pak Gibran sebagai calon wakil presiden," ujarnya.