Kasus Nazaruddin Dibekukan, Ini Alasan Polda

Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin
Sumber :
  • ANTARA/Andika Wahyu

VIVAnews - Polda Metro Jaya hingga kini belum bisa menjelaskan alasan diterbitkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas suatu kasus pemalsuan dokumen, yang diduga melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, lima tahun lalu. Belum ada penjelasan mengapa kasus itu 'dipetieskan'.

"Kami belum menemukan berkasnya, karena kasusnya itu 2005. Jadi sampai saat ini, belum bisa dijelaskan alasan kenapa penyidik mengeluarkan SP3," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Pol Baharudin Djafar, saat dihubungi VIVAnews.com, Minggu 29 Mei 2011.

Lalu apakah berkas kasus Nazaruddin sudah hilang? "Tidak, hanya saja butuh waktu untuk mencarinya, karena kasus itu sudah terjadi 6 tahun lalu," tegasnya.

Namun, Ia menegaskan, terbitnya SP3 bukan berarti menghentikan kasus itu. "SP3 bukan akhir dari segalanya, kalau memang ada bukti baru (novum), tentu polisi bisa melanjutkan kasus Nazaruddin," jelas dia.

Menurutnya, pelapor atau siapapun bisa menyerahkan bukti baru kepada penyidik untuk menindaklanjuti kasus Nazaruddin. Baharudin menambahkan, berdasarkan informasi petugas analisis Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, laporan dugaan pemalsuan yang menyeret Nazaruddin dilakukan sekitar Desember 2005. Sedangkan kasusnya di SP3 oleh penyidik pada 13 Desember 2007. Meski sempat ditangkap, setelah diperiksa 1X24 jam, Nazarudin tidak ditahan.

Sebelumnya Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Sutarman berjanji akan segera menjelaskan alasan penyidik mengeluarkan SP3 dalam kasus Nazaruddin. "Berkasnya sedang dicari, nanti kami pelajari dulu apa alasan kasusnya SP3, apakah sudah memenuhi unsur," kata Sutarman kepada VIVAnews.com, Jumat 20 Desember lalu.

Sutarman menambahkan, polisi memiliki tiga alasan menertibkan SP3, yakni bukan tindak pidana, tidak cukup bukti, serta "nebis in idem" yang meliputi tersangka meninggal dunia, kasus kadaluwarsa dan tersangka pernah divonis pengadilan dalam kasus yang sama.

Kasus yang membelit Nazaruddin terjadi tahun 2005 dan menyangkut pemalsuan dokumen agar perusahaan miliknya, PT Anugerah Nusantara, memenuhi persyaratan mengikuti proyek tender pengadaan di Departemen Perindustrian, yang nilainya sekitar Rp100 miliar.

Mengenai kasus ini, Nazaruddin sudah membantahnya. "Isu dari mana itu," ujar pria yang kini berada di Singapura.