Sikap Diam Jokowi di Kasus Pelindo II Dipertanyakan
Rabu, 25 November 2015 - 11:09 WIB
Sumber :
- ANTARA/Yudhi Mahatma
VIVA.co.id -
Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan (UPH), Tjipta Lesmana, menyayangkan sikap Presiden Jokowi yang tidak mengambil tindakan terhadap permasalahan yang tengah terjadi di PT Pelindo II.
Padahal, publik tengah mengkritisi keputusan Dirut PT Pelindo II, RJ Lino, yang memperpanjang konsesi pengelolaan Jakarta International Container Terminal (JICT) kepada Hutchison Port Holding (HPH) yang diduga melanggar UU Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
"
Lah
ini, sudah banyak sekali sikap
majority
rakyat ini yang menentang keras perpanjangan kontrak Pelindo dengan HPH di JICT, karena melakukan pelanggaran undang-undang dan macam-macam dan merugikan perhitungan-perhitungan keuangan negara ini, tapi Presiden diam saja, heran saya," ujar Tjipta Lesmana, Rabu, 25 November 2015.
Tjipta menilai semestinya Jokowi memberikan respons cepat terhadap masalah ini. Salah satunya adalah dengan memanggil dan meminta penjelasan dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno.
"Mestinya Presiden panggil ibu Rini (Soemarno), mengatakan, Rini ini bagaimana, ini jelas merugikan Indonesia ini," ungkap Tjipta.
Tjipta juga mendorong Pansus untuk bekerja secara maksimal membongkar setiap praktik-praktik kotor yang ada di PT Pelindo II dan merugikan negara.
"Nah itulah yang saya kepengen Pansus bongkar tuntas. Pansus dia bisa jalan paralel dengan penyidikan yang dilakukan oleh Bareskrim," jelasnya.
Beberapa waktu lalu, dari hasil temuan sementara Pansus Pelindo II, Pansus menduga adanya indikasi intervensi asing dalam pengelolaan aset-aset yang dimiliki negara. Hal ini diduga juga terjadi pada pengelolaan Pelabuhan Tanjung Priok di mana PT Pelindo II kini menjadi operator dari Pelabuhan tersebut.
"Dari hasil penelusuran tim pansus, terdapat indikasi penguasaan aset negara oleh pihak asing dari pengelolaan aset-aset negara," ujar Rieke Diah Pitaloka di Gedung DPR RI beberapa waktu lalu.
Baca Juga :
"Indikasi kerugian negara bisa lebih besar dari kasus Century. Kami mengidentifikasikan adanya kerugian negara dengan jumlah lebih dari Rp7 triliun," ungkap Rieke.