Revisi UU KPK Bakal Pengaruhi Relasi Jokowi-PDIP

Elemen Masyarakat Tolak Revisi UU KPK
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Pro dan kontra seputar rencana revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus bergulir. Revisi UU KPK ini dinilai akan mempengaruhi hubungan Presiden Joko Widodo dengan partai pengusungnya, PDI Perjuangan.

"Bakal kegaduhan internal PDIP. Sebab, sebagai partai utama pengusung Jokowi, malah menjadi aneh ketika Jokowi kontra dengan partainya. Hubungan PDIP-Jokowi saya yakin akan memanas. Selain ini akan menjadi pergunjingan politik yang memakan waktu lama di publik,” kata Direktur Eksekutif Renaissance Political Research and Studies (RePORT), Khikmawanto melalui siaran pers di Jakarta, Kamis, 18 Februari 2016.

Dia mengatakan, Presiden Joko Widodo sendiri terlihat tidak ngotot dengan revisi UU tersebut. Namun, yang getol ingin melakukan perubahan adalah Fraksi PDI Perjuangan di DPR. Apalagi sikap Istana juga menurutnya tercermin dalam pernyataan Juru Bicara Presiden, Johan Budi yang menilai sejumlah poin dalam revisi memang  bisa melemahkan KPK.

Khikmawanto menilai, ada hal yang tidak biasa dalam hubungan PDI Perjuangan dan Jokowi. Biasanya kata dia, partai pendukung pada akhirnya mengikuti kebijakan pemerintahnya. Namun yang terjadi pada kasus ini sebaliknya. Presiden Jokowi yang seakan-akan harus mengikuti keinginan Partai Moncong Putih.

"Dalam perjalananya partai pendukung seharusnya mendukung apa yang menjadi kebijakan pemerintahan bukan malah sebaliknya," kata mantan aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) ini.

Hal tersebut disampaikannya menyusul revisi UU KPK yang rencananya akan disahkan di sidang paripurna. Ada 4 poin yang menjadi perubahan antara lain pemberian wewenang Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), penyadapan melalui izin, pembentukan Dewan Pengawas KPK dan aturan soal penyidik independen.

Kemarin, Rabu 17 Februari 2016, Johan Budi menanggapi soal rencana revisi yang kata dia, perkembangannya terus diikuti oleh Presiden Joko Widodo meskipun sedang berada di Amerika Serikat.

"Kalau SP3 itu dimaksudkan untuk tidak cukupnya bukti kemudian di-SP3 ini bahaya karena ada kecenderungan untuk bisa "diperjualbelikan," kata Johan Budi di Kompleks Istana Negara soal poin SP3 itu.

Dalam waktu dekat setibanya Jokowi di Tanah Air, Presiden dijadwalkan bertemu dengan pimpinan KPK yang tidak terima dengan draf revisi tersebut.

(mus)