Indonesia 'Soft Power' untuk Konflik Laut Cina Selatan

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu Silahturahmi dengan Wartawan
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id – Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu menyatakan pentingnya mengutamakan diplomasi pertahanan sebagai bentuk soft power menyikapi konflik Laut Cina Selatan. Namun, selain itu penguatan TNI di daerah-daerah perbatasan harus menjadi prioritas.

"Itu perlunya diplomasi pertahanan. Jadi, kita pakai soft power. Kalau mereka hadir kita hard," kata Ryamizard di Gedung DPR, Jakarta, Kamis 25 Februari 2016.

Hal tersebut disampaikan menhan menanggapi kondisi konflik di Laut Cina Selatan yang eskalasinya meningkat, setelah Tiongkok tetap menempatkan armada dan alat utama sistem senjatanya di kawasan tersebut. Padahal, daerah Laut Cina Selatan selama ini merupakan sengketa antara Tiongkok dengan sejumlah negara ASEAN seperti Vietnam, Filipina, Malaysia dan Brunei Darussalam.

Tiongkok tak ingin jika sengketa wilayah ini diselesaikan dengan kerangka yang diajukan ASEAN. Sementara itu, Indonesia juga berpotensi bersinggungan dengan Beijing, perihal Pulau Natuna yang letaknya relatif tak jauh dengan kawasan tersebut.

Menhan menambahkan, pemerintah Indonesia harus bijak menyikapi Tiongkok dan sejumlah negara yang sedang bersitegang dalam sengketa wilayah itu.

"Jadi, kalau tetangga kita baik-baik semua, mereka akan melindungi kita. Kalau banyak yang baik sama kita, enggak akan ada yang macam-macam sama kita. Mereka pasti pikir-pikir," katanya lagi.

Lebih jauh, dia mengatakan, Kementerian Pertahanan akan mendorong TNI AL memiliki pelabuhan yang kuat di perbatasan. Pula patroli kapal-kapal tempur harus ditingkatkan mulai dari Marinir, batalion, dan tambahan radar, serta drone.

"Makanya di Natuna kan tahun lalu saya ke sana, hanya ada satu flight. Kemudian, sekarang sedang perbaikan landasan dan hanggarnya untuk menambah flight," kata Ryamizard. (asp)