Wacana Setya Novanto Kembali Jadi Ketua DPR Jadi Gunjingan

Ketua Umum DPP Partai Golkar, Setya Novanto.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Bayu Nugraha

VIVA.co.id – Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus menilai adanya keinginan oleh sejumlah pihak termasuk dari fraksi Partai Golkar agar Setya Novanto bisa kembali menjadi ketua DPR, tak pas. Pasalnya, Setya diketahui mengundurkan diri sebelum adanya keputusan di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR soal kasus pencatutan nama Presiden yang sempat menjerat Novanto.

"Pemberhentian Novanto dari Ketua DPR pertama-tama karena dia mengundurkan diri. Keputusan MKD terkait pelanggaran etik Novanto dalam kasus Papa Minta Saham baru dibacakan setelah pengunduran diri dibacakan di ruangan MKD," kata Lucius melalui pesan singkat kepada VIVA.co.id, Kamis 29 September 2016.

Ia mengatakan pengunduran diri itu merupakan inisiatif Novanto yang saat itu dilakukan untuk menyiasati keputusan yang bakal dibacakan MKD. Apabila pada akhirnya MKD memutuskan Novanto melakukan pelanggaran, itu tidak bisa menghapus fakta pengunduran diri Novanto.

"Dengan demikian gagasan mengembalikan jabatan Ketua DPR ke Novanto sulit diterima. Begitu juga keputusan MKD yang mengembalikan nama baik Novanto juga perlu dikritisi," kata Lucius.

Menurutnya yang menjadi masalah dalam proses di MKD pula tak sebatas alat bukti rekaman yang keberadaannya sebagai bukti sahih tidak dibenarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Lucius mengatakan, MKD lebih mengurusi soal potensi pelanggaran etik dan bukan soal sahih tidaknya alat bukti.

"Keputusan MKD waktu itu tak sebatas mendengar rekaman saja. Ada saksi yang didengarkan dalam persidangan, orang yang bahkan suaranya ada dalam rakaman bersama Novanto," kata Lucius.

Ia menilai keputusan MKD yang serta-merta memulihkan nama baik Novanto juga tak sepenuhnya tepat.  

"Cari alat bukti lain selain rekaman yang bisa membuktikan benar atau tidaknya dugaan Sudirman saat itu. Lagian MKD dianggap mengangkangi keputusannya sendiri jika begitu saja menganulir keputusan terdahulu yang menyita perhatian publik," ujarnya.

(ren)