Pilkada DKI Diharapkan Tak Habiskan Energi Bangsa
- ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
VIVA.co.id - Ketegangan sosial politik masyarakat Indonesia, saat ini cenderung meningkat. Salah satu indikasinya adalah adanya rencana aksi sejumlah organisasi masyarakat Islam pada Jumat 4 November 2016.
Aksi itu disebabkan oleh dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama, alias Ahok. Para pendemo menuntut Ahok diproses hukum.
Apabila tidak ditangani secara baik, situasi tersebut dinilai bisa memicu kekacauan. Apalagi, ada masalah terpendam yang dimiliki bangsa ini akibat belum tercapainya tujuan pendirian negara ini sejak merdeka.
"Fakta 71 tahun merdeka gagal membangun pembangunan yang merata," kata Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univeristas Muhammadiyah Prof Dr. Hamka (Uhamka) Desvian Bandarsyah dalam keterangannya, Rabu 2 November 2016.
Menurut Desvian, kondisi masyarakat saat ini seperti preman di pasar. Sederhananya, kalau dicolek langsung cabut golok.
"Kita bangsa yang pemarah dan mudah mengeluarkan amarahnya. Secara sosiologis kita sakit. Karena tidak ada yang mempersatukan kita," ujarnya.
Untuk itu, lanjut dia, diperlukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalah tersebut. Salah satunya adalah peran dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"MUI agen pembaharu umat harus keluar paradigma dalam melihat umat. Tidak lagi hanya diberi fatwa, tetapi pemberdayaan terhadap umat," kata dia.
Dia berpendapat, MUI sebaiknya mendorong proses pencerahan umat. Jika paradigma berfikir itu berlangsung akan bersinergi dengan yang lain.
"Saya berharap, Pilkada (DKI Jakarta) kita jangan sampai menghabiskan energi anak bangsa. Terlalu mahal, jika energi kita untuk memusuhi Ahok. Gampang saja, kalau enggak suka jangan pilih lagi, enggak usah diteriak-teriakin," tuturnya. (asp)