Nawacita Tersandera, Jokowi Diminta Copot Wiranto
- VIVA.co.id/Fajar Ginanjar Mukti
VIVA.co.id – Janji politik Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait Nawacita penuntasan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu mendapat kritikan dari beberapa aktivis. Presiden Jokowi diminta mencopot menteri yang dianggap “bermasalah”.
Aktivis HAM, Usman Hamid, menilai, agak sulit bagi Presiden Joko Widodo untuk merealisasikan itu selama bawahannya yang di bidang itu justru terindikasi melakukan pelanggaran HAM.
"Kalau saya lihat kendala-kendala penegakan HAM, itu ada beberapa sebab. Salah satu sebabnya dari tubuh pemerintah sendiri masih memiliki orang-orang yang justru terlibat dalam pelanggaran HAM," kata Usman Hamid, dalam diskusi ‘19 tahun Reformasi; Reformasi Hukum Sampai Mana?’ di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu 14 Mei 2017.
Dia mengakui, selama ini pernyataan Presiden Jokowi untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM seperti tragedi Trisaksi 98, sangat besar. Namun keinginan itu belum bisa terlaksana karena pihak yang diduga terlibat yakni Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto, justru membidangi masalah itu.
"Memang benar nama Wiranto ada di dalam katakanlah daftar nama high level suspect di dalam badan PBB misalnya, komisi ahli yang dibentuk Sekjen PBB Kofi Annan saat itu. Nah reputasi ini membuat dunia melihat sebelah mata pada keseriusan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM," jelas Usman.
Begitu juga peran Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, yang menurutnya belum bisa melakukan reformasi di tubuh TNI. "Saya sulit melihat ada semacam arah perkembangan reformasi TNI, reformasi pertahanan yang positif di bawah kepemimpinan Pak Ryamizard Ryacudu," lanjut Usman.
Untuk itu, menurut dia perlu dipertimbangkan oleh Presiden Jokowi untuk mengambil keputusan yang tepat. Kalau Jokowi tidak ingin kehilangan suara dari partai-partai yang mendukung bisa dengan cara mengambil dari kader partai lain yang menurutnya lebih bagus.
Namun bagi mantan Koordinator Kontras itu, ada dua sosok yang dianggap pantas dipertimbangkan yakni Gubernur Lemhanas Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, dan Duta Besar Indonesia untuk Inggris Rizal Sukma.
"Saya kira sosok seperti Agus Widjojo, Gubernur Lemhanas, itu orang yang memang mengerti dunia pertahanan, berlatar belakang militer dan memiliki kecerdasan intelektual cukup tinggi di sektor pertahanan, HAM," kata Usman.
Sementara untuk Rizal Sukma, pernah menjadi Direktur Centre For Strategic and International Studies (CSIS), dan berkecimpung dalam berbagai pembuatan aturan perundang-undangan mengenai militer dan pertahanan keamanan.
"Rizal Sukma dulu Direktur CSIS dan pernah menjadi bagian dari para ahli yang memproduksi UU sektor keamanan dari mulai UU TNI tahun 2004, UU Pertahanan 2002, UU Kepolisian 2002 dan UU Intelijen," jelasnya. (one)