Giant Tutup Gerai, Kurang Siasat atau Daya Beli Warga Berubah?

Beragam diskon diberikan kepada pembeli di enam gerai Giant yang akan segera ditutup di Jakarta. - BBC INDONESIA
Sumber :
  • bbc

Penutupan sejumlah gerai pasar swalayan Giant di Jakarta diprediksi akibat persaingan ritel makanan yang semakin ketat, terutama di era jual-beli daring.

PT Hero Supermarket (Tbk) sebagai pemilik Giant belakangan terus menutup ritelnya di berbagai kota dengan dalih transformasi siasat bisnis.

Namun pengamat menilai peluang bisnis ritel makanan masih terbuka lebar karena daya beli masyarakat kelas menengah yang terus meninggi.

Swalayan Giant di kawasan Mampang, Jakarta, riuh rendah pada Rabu (26/06). Berbagai poster berwarna-warni bertuliskan diskon dipasang di halaman gerai.

Di dalam swalayan, ratusan pembeli terlihat mengelilingi etalase, sembari memperhatikan keterangan rabat yang ditempel di bawah produk.

Udara di dalam gerai Giant itu terasa pengap meski berpendingin udara. Antrean pembeli tampak mengular di sekitar meja kasir.

Konsumen kecewa

Informasi diskon menjelang penutupan enam gerai Giant mendorong para pembeli berdatangan ke swalayan itu. Salah satunya Tini, yang rela bermacet-macetan selama sekitar satu jam dari rumahnya di Condet, Jakarta Timur.

"Karena ada info diskon besar-besaran makanya datang ke sini. Saya jarang ke Giant, karena diskon saja datang. Sehari-hari ke minimarket yang dekat rumah," kata Tini.

Namun ekspektasi diskon Tini tidak sesuai dengan fakta. Ia berharap Giant menjual barang dengan setengah harga. Nyatanya, sebagian besar potongan harga berkisar antara 5-20%.

Kekecewaan itu juga diutarakan Wati, warga Mampang. "Saya kira diskonnya sampai 50%. Saya mau cari mixer kue, tapi tidak ada," tuturnya.

Sebelum penutupan enam gerai di Jakarta, Juni-Juli ini, Giant yang berinduk ke PT Hero Supermarket (Tbk) memiliki 125 swalayan. Januari lalu korporasi ini juga menutup 26 swalayan yang bermerek Hero.

Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis ke publik, PT Hero Supermarket (Tbk) mengalami kerugian setidaknya dalam dua tahun terakhir.

Tahun 2017, mereka rugi Rp191 miliar. Pada 2018, kerugian yang mereka derita membesar menjadi Rp1,25 triliun.

BBC News Indonesia telah berupaya mengkonfirmasi beragam hal ini kepada External Communication Manager Hero Supermarket (Tbk), Fia Arwinta, tapi sejauh ini belum mendapat jawaban.

Dalam keterangan tertulis sebelumnya, orang nomor satu perusahaan itu, Hadrianus Wahyu Trikusumo, menyebut penutupan enam gerai Giant di Jakarta merupakan strategi untuk menstabilkan bisnis.

"Kami sedang melakukan transformasi bisnis dan itu akan berdampak pada beberapa toko kami," tulisnya, seperti dikutip media di Indonesia.

Siasat tepat

Secara umum, Hadrianus juga menyebut penyesuaian perusahaan terhadap perubahan pola belanja konsumen.

"Giant adalah brand yang kuat namun kami harus terus beradaptasi untuk bersaing secara efektif," ujarnya.

Bagaimanapun, penyesuaian strategi bisnis disebut vital untuk bertahan di industri ritel. Kegemilangan ritel makanan satu-dua dekade lalu dinilai tak menjamin keuntungan di era kekinian.

Menurut Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, Tatum Rahanta, laba tetap dapat dikeruk jika perusahaan menerapkan siasat bisnis yang tepat.

"Sekitar 20 tahun lalu, gerai itu mungkin ada di tempat strategis, sekarang lokasi itu sudah tidak menjadi pilihan masyarakat karena banyak swalayan dibuka di dekat permukiman," ujar Tatum.

"Toko fisik berguguran memang benar, tapi bukan hanya Giant. Ada banyak faktor, dari penentuan harga sampai target pasar."

"Harus dipelajari, apa yang menggerogoti perusahaan, mungkin ada kesalahan di manajemen," tuturnya.

Sebaliknya, pertumbuhan kelas menengah Indonesia dianggap dapat terus mempersulit ritel makanan yang menyasar pasar masyarakat ekonomi bawah.

Sebagian kelompok masyarakat dinilai cenderung membeli barang yang mengandung nilai lebih, salah satunya produk impor, yang jarang ditemukan di Giant.

Sementara generasi muda kini disebut makin menggemari proses jual-beli secara daring, kata pengamat ekonomi dari Institute For Development of Economics and Finance, Nailul Huda.

"Kelas menengah mengubah pola konsumsi. Produk teh impor tidak ada di Giant. Strategi penjualan online selama ini juga tidak diterapkan oleh Giant," tuturnya.

Kini tersisa 119 gerai Giant di seluruh Indonesia. Mereka bersaing dengan jejaring supermarket besar lain serta swalayan mini yang berjumlah puluhan ribu di berbagai daerah.