Minyak Dunia Meroket, Pertamina Disarankan Naikkan Harga Pertamax

Petugas memegang nozzle BBM di SPBU.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan restu kepada Pertamina untuk menaikkan harga Pertamax. Hal itu usai batas atas penjualan BBM Pertamax hingga 14 Maret 2022 lebih dari Rp14.000 per liter. 

Hal itupun diamini oleh Peneliti Sektor Energi dari Purnomo Yusgiantoro Center (PYC), Massita Ayu Cindy. Menurut dia, penyesuaian harga jual BBM nonsubsidi adalah momentum tepat bagi Pertamina menaikkan harga Pertamax. 

Besaran kenaikan harga Pertamax yang diambil Pertamina juga bisa menjadi momentum untuk mengambil pasar dari kompetitor yang harganya telah lebih dulu dinaikkan. 

Baca juga: Pertamina Pastikan Stok Solar Subsidi Aman, Masyarakat Tak Perlu Risau

“Mungkin Rp12 ribu per liter, tapi kalau mau ambil pangsa pasar kompetitor, ya di bawah itu. Tapi itu bergantung pada Pertamina dan pemegang saham (pemerintah),” ujar Massita, saat diskusi dengan editor media nasional, Selasa 22 Maret 2022.

Seperti diketahui, pesaing Pertamina telah menaikkan beberapa kali BBM RON 92. Harga terakhir BBM RON 92 per awal Maret 2022 adalah Rp11.900-Rp12.990 per liter, sedangkan Pertamax hanya Rp9.000 per liter, tak pernah naik lebih dari dua tahun lalu. 

Massita mengatakan PYC belum melakukan perhitungan detail untuk harga yang cocok bagi Pertamax. Namun, harga yang cocok seharusnya pada titik di mana konsumen tidak akan beralih ke energi subtitusi. 
 
Di sisi lain, lanjut Massita, kenaikan harga Pertamax yang terlalu tinggi juga berpotensi memicu perpindahan konsumsi ke Pertalite, BBM dengan kadar oktan 90 yang tidak masuk kategori Penugasan. 

Untuk itu, Pertamina dinilai juga harus melihat aspek psikologi masyarakat jika ingin menaikkan harga Pertamax sama seperti produk sejenis dari kompetitor. “Saya khawatir konsumen akan migrasi ke Pertalite,” ujarnya. 

Bila itu terjadi, lanjut Massita, tidak hanya mengganggu keuangan Pertamina tapi juga pemerintah. Hal ini dipengaruhi oleh konsumen BBM Pertamina yang majemuk. 

Bagi masyarakat level menengah atas, kenaikan harga Pertamax tidak akan banyak berpengaruh. Berbeda halnya dengan masyarakat menengah bawah. “Perekonomian saat ini memang sudah mulai naik, tapi belum stabil sepenuhnya,” kata dia.

SPBU

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Massita mengungkapkan sejak 2019 hingga saat ini tidak banyak perubahan yang terjadi terhadap kebijakan harga BBM. Harga dasar mengkuti Argus dan MOPS dan di evaluasi per tiga bulan. Pada 2020 ada sedikit perubahan di perumusan harga saja. 

Berdasarkan kajian PYC, harga BBM sesuai harga minyak dunia menunjukkan fluktuasi global, kecuali Premium sama sekali tidak mengikuti fluktuasi harga minyak global. 

Anomali terjadi sejak awal 2021, Shell sudah mulai naik, Pertamax Turbo sudah mulai naik, namun Pertamax 92 masih stagnan sampai sekarang. Padahal seharusnya Pertamax juga mengikuti harga minyak global. 

“Sebetulnya BBM jenis umum kewenangan harga sepenuhnya di badan usaha. Pertamax ini kan BBM jenis umum, jadi sebetulnya harga sepenuhnya kewenangan Pertamina," katanya.

Sedangkan, Juru Bicara Kementerian BUMN, Arya M Sinulingga, mendukung rencana Pertamina menaikkan harga Pertamax. Dengan harga saat ini, Pertamax adalah BBM RON 92 paling murah di kelasnya yang dikonsumsi oleh penggunaa kendaraan kelompok menengah atas. 

“Dengan harga saat ini, Pertamina telah menyubsidi Pertamax. Dan ini jelas artinya, Pertamina subsidi mobil mewah yang memakai Pertamax,” ujar Arya.

Menurut dia, hal ini perlu kalkulasi ulang agar ada keadilan jangan sampai Pertamina memberi subsidi besar kepada mobil mewah yang memakai Pertamax. Pertamina disarankan untuk mengkaji ulang berapa harga yang pantas bagi Pertamax yang dikonsumsi oleh mobil mewah. 

“Ini untuk keadilan semua,” katanya.