Apa Bisnis Orang-orang Kaya Dunia (1)
- forbes.com
VIVAnews - Sebanyak 14 pengusaha asal Indonesia masuk dalam daftar orang terkaya dunia versi majalah bisnis terkemuka, Forbes. Kekayaannya pun, miliaran dolar. Bila digabungkan, total kekayaan ke-14 pengusaha itu US$27,3 miliar.
Menurut tabel laman Forbes yang diterbitkan pada Maret 2011, peringkat teratas kelompok pengusaha Indonesia terkaya masih dihuni oleh kakak beradik, Michael dan Budi Hartono dengan kekayaan US$5 miliar. Lalu disusul Low Tuck Kwong (US$3,6 miliar), Martua Sitorus (US$2,7 miliar), Peter Sondakh (US$2,4 miliar), Sri Prakash Lohia (US$2,1 miliar), Kiki Bakri (US$2 miliar), Sukanto Tanoto (US$1,9 miliar), Edwin Soeryadjaya (US$1,6 miliar), Garibaldi Thohir (US$1,5 miliar), Theodore Rachmat (US$1,3 miliar), Chairul Tanjung (US$1,1 miliar), Mudaya Poo (US$1,1 miliar), dan Benny Subianto (US$1 miliar).
Michael dan Budi Hartono
"Mereka juga memiliki Grand Indonesia, suatu pusat perbelanjaan mewah beserta gedung perkantoran dan komplek hotel di pusat Jakarta," tulis Forbes. Perusahaan Djarum, walau penjualannya telah dilarang di AS bersama produk-produk rokok lain sejak 2009, telah meluncurkan Dos Hermanos, yaitu produk cerutu premium yang berbahan campuran tembakau Indonesia dan Brazil.
Saudara-saudara Michael dan Budi pun memiliki bisnis minyak kelapa sawit, dengan memiliki lahan seluas 65.000 hektar di Kalimantann Barat pada 2008.
Low Tuck Kwong
Low Tuck Kwong memulai bisnis di Indonesia pada 1973 ketika ia membentuk perusahaan konstruksi yang khusus menangani pekerjaan umum, konstruksi bawah tanah, hingga konstruksi di laut. Dalam perkembangannya, perusahaan konstruksi sipil ini kemudian mendapatkan kontrak batu bara pada 1988.
Lima tahun setelah berganti kewarganegaraan Indonesia, pada November 1997, Low Tuck mengakuisisi PT Gunung Bayan Pratamacoal dan PT Dermaga Perkasapratama yang memiliki tambang dan mengoperasikan terminal batu bara di Balikpapan sejak 1998. Sejak itu, sejumlah konsesi baru diakuisisinya hingga resmi membentuk perusahaan induk yang dikenal dengan PT Bayan Resources.
Sejak 2001, Bayan Group rata-rata menambah satu konsesi dalam portofolio perusahaan. Bahkan, Bayan terus mengevaluasi peluang untuk menambah konsesi batu bara di Indonesia.
Melalui sejumlah perusahaan, Bayan Group memiliki hak eksklusif melalui lima kontrak pertambangan dan tiga kuasa pertambangan dari pemerintah Indonesia. Total konsesinya mencapai 81.265 hektare.
Martua Sitorus
Martua memulai karir bisnisnya sebagai pedagang minyak sawit dan kelapa sawit di Indonesia dan Singapura. Bisnisnya berkembang pesat. Pada 1991 Martua mampu memiliki kebun kelapa sawit sendiri seluas 7.100 hektar di Sumatera Utara. Pada tahun yang sama pula Martua bisa membangun pabrik pengolahan minyak kelapa sawit pertamanya.
Warga Batak keturunan Tionghoa kemudian melebarkan sayapnya dengan bendera Wilmar International Limited. Perusahaan agrobisnis terbesar di Asia ini merupakan perusahaan publik yang tercatat di Bursa Efek Singapura. Bahkan, untuk pabrik biodiesel, dia memiliki produksi terbesar di dunia. Meski sebagai pemilik, Martua masih menduduki jabatan direktur eksektuf di Wilmar.
Pembangunan biodiesel dilakukan di Riau pada 2007 dengan membangun tiga pabrik biodiesel, masing-masing memiliki kapasitas produksi 350.000 ton per tahun, sehingga total kapasitasnya 1,05 juta ton per tahun.
Di negeri ini, Wilmar memiliki sekitar 48 perusahaan. Salah satunya adalah PT Multimas Nabati Asahan, yang memproduksi minyak goreng bermerek Sania.
Peter Sondakh
Grup bisnis Rajawali yang dikendalikannya bergerak di berbagai bidang, mulai dari properti, pertambangan, hingga perkebunan. Semula, grup bisnis ini juga berniat mengembangkan bisnis maskapai pesawat, namun dibatalkan karena bisnis penerbangan dinilai kurang menguntungkan.
Dulunya Grup Rajawali dikenal sebagai produsen rokok besar di Tanah Air lewat PT Bentoel Internasional Investama Tbk. Namun, ia kemudian melepaskan 56,96 persen sahamnya kepada British American Tobacco, produsen rokok terbesar kedua di dunia.
Dari penjualan itu, Rajawali mengantongi dana segar Rp3,35 triliun. Menurut eksekutif Grup Rajawali, Darjoto Setiawan, sebagian besar dana itu digunakan untuk investasi di bisnis tambang. Selain itu, akan digunakan untuk memperluas kebun sawit, serta mengembangkan sektor properti.
Sri Prakash Lohia
Indorama memulai usahanya dengan mendirikan pabrik benang pada 1976 di Indonesia. Kini di tangan Prakash, Grup Indorama kian menggurita. Produknya meliputi poliester, PET resin, polyethylene, polypropylene, kain, hingga sarung tangan medis. Pabriknya bertebaran di sepuluh negara dengan kontrol penuh dari Jakarta.
Grup Indorama saat ini menaungi sejumlah perusahaan. Usaha pembuatan bahan baku tekstil di bawah bendera PT Indorama Synthetics dan usaha petrokimia di bawah PT Petrokimia Eleme. Produk Indorama dikirim ke lebih dari 90 negara di empat benua dan menyerap lebih dari 16 ribu tenaga kerja.
Bersambung.