Generasi 'Tech Savvy' RI Ditantang Ciptakan Ide Energi Terbarukan
- Inhabitat
VIVA – Berdasarkan studi global yang dilakukan oleh Nielsen pada 2015 menyebutkan bahwa generasi milenial merupakan generasi konsumen yang paling bersedia membayar ekstra untuk produk/jasa yang menerapkan prinsip sustainability, dan berkontribusi positif terhadap lingkungan dan sosial.
Tidak hanya itu, generasi milenial merupakan generasi yang paling melek teknologi (tech savvy) dan cenderung memanfaatkan teknologi untuk mempermudah segala aktivitasnya.
Survei Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia yang dikeluarkan APJII (Asosiasi Penyelenggaran Jasa Internet Indonesia) 2017 menunjukkan generasi milenial dengan rentang usia 19-34 tahun merupakan pengguna internet terbanyak di Indonesia sebesar 49,52 persen.
"Sebagai generasi yang tech savvy dan mendominasi 50 persen dari tenaga kerja produktif pada tahun 2020, milenial menjadi tonggak utama dalam melakukan suatu perubahan besar yang sustainable dengan pemanfaatan teknologi, internet of things (IoT) dan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI)," kata Country President Schneider Electric Indonesia, Xavier Denoly, di Jakarta, Kamis, 12 Juli 2018.
Karena itu, Xavier mengajak milenial untuk ambil bagian dalam komunitas global melalui kompetisi Go Green in The City. Tiap tim wajib mengirimkan satu konsep dari empat tema dasar, yaitu Sustainability & Inclusivity, Digital Economy, Smart Manufacturing & Supply Chain, dan Cyber Security.
Dan, terpilihlah tiga tim yang memenangkan kompetisi ini, yaitu Tim RISE (juara pertama) dan Tim 1849 (juara ketiga) – keduanya dari Universitas Indonesia, serta Tim GRATTERY (juara kedua) dari ITB.
Country President Schneider Electric Indonesia, Xavier Denoly (tengah).
Tim RISE yang terdiri dari Clarissa Merry dan Rivaldo Gurky, akan menampilkan konsep proyek SMART atau Smart Memory Alloy for Reliable Trackers, untuk menjawab permasalahan akan kebutuhan sumber energi alternatif dan pemerataan akses listrik di area rural.
Caranya, dengan memaksimalkan penyerapan tenaga surya menggunakan solusi sistem panel surya yang dapat secara fleksibel mengikuti arah gerak Matahari.
"Energi listrik yang dihasilkan dari tenaga surya dapat meningkat sekitar 18 persen dibandingkan sistem panel surya konvensional," kata Rivaldo.
Ia juga memperkirakan, dalam satu hari, panel ini dapat menghasilkan energi listrik hingga 31,6 mWh, atau setara dengan menghidupkan 2.300 rumah tangga dengan konsumsi listrik rata-rata per harinya sebesar 13,6 kWh.
Sementara itu, Ardy Gamawanto dari Tim GRATTERY mengungkapkan, konsep yang diajukannya adalah membuat battery storage yang dikoneksikan ke pembangkit listrik dan data cloud menggunakan bantuan kecerdasan buatan.
"Ini untuk menganalisa produktivitas perpindahan antara pengisian baterai dan pemanfaatan baterai (delivering mode). Battery storage ini menggunakan bahan Graphene," papar dia.
Ia juga mengaku kalau Graphene lebih murah dari Lithium, sehingga masa pakai battery storage-nya tahan lebih lama, ramah lingkungan, dan emisi karbon rendah. (Ann)