Desakan Revisi UU ITE, DPR: Silakan Saja

Terpidana kasus pelanggaran UU ITE Baiq Nuril (kiri) menjawab sejumlah pertanyaan wartawan usai menjalani sidang perdana pemeriksaan berkas memori PK di Pengadilan Negeri Mataram, NTB
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dhimas B. Pratama

VIVA â€“ Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, Satya Wira Yudha, mengaku tidak masalah jika ada desakan untuk merevisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE.

Ia menilai wajar jika ada permintaan seperti itu lantaran semakin berkembangnya teknologi informasi.

“UU ITE, kan, dulu dibuat sebelum banyak kejadian sekarang-sekarang ini. Jadi, makin banyak (permintaan) seiring dengan perkembangan teknologi informasi," jelas Satya di Jakarta, Kamis, 17 Januari 2019.

Akan tetapi, ia menginginkan agar sebaiknya ide revisi UU ITE datang dari pemerintah. Hal ini supaya proses revisi aturan ini semakin cepat. Menurutnya DPR tidak akan mampu mengusulkan revisi UU UTE tersebut.

"Kalau dari DPR tidak mungkin mampu karena waktunya sangat pendek dan kita butuh sumber daya manusia. Jadi, kalau pemerintah bisa menginisiasinya itu jauh lebih bagus,” ujar Satya.

Revisi yang diinginkan adalah perubahan dari delik aduan menjadi delik umum. Selain itu, ancaman penjara juga berubah dari sebelumnya lima tahun menjadi empat tahun.

Salah satu contoh kasus yang membuat UU ITE untuk direvisi adanya kasus jerat hukum seorang guru di Mataram, Nusa Tenggara Barat, bernama Baiq Nuril. Ia dituduh menyebarkan rekaman percakapan dengan pria bernama Muslim.

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan terlalu jauh apabila UU ITE direvisi kembali. Hal ini karena aturan yang sekarang merupakan hasil revisi dari 2016.