Soal Teror Masjid, Pendiri Facebook Tak Mau Disalahkan

Kepala Eksekutif Facebook Mark Zuckerberg dalam wawancara kepada ABC News
Sumber :
  • www.abcnews.go.com

VIVA – Pendiri dan Kepala Eksekutif Facebook, Mark Zuckerberg, buka suara setelah bungkam alias puasa bicara atas tragedi teroris serangan jemaah di dua masjid di Kota Christchurch, Selandia Baru, 15 Maret 2019. 

Dalam sebuah wawancara dengan ABC News, bos Facebook itu mengakui serangan yang menewaskan 50 orang itu sangat brutal. 

"Itu adalah peristiwa yang sangat mengerikan. Kami bekerja dengan polisi di Selandia Baru dan terus kami lakukan," kata Zuckerberg dalam wawancara dengan George Stephanopoulos dalam program Good Morning America

Pendiri Facebook itu menuturkan, Facebook sudah sigap menindak konten aksi sang teroris dalam peristiwa tersebut. Zuckerberg menyebutkan, saat video aksi tersebut disiarkan langsung, telah ditonton 200 pengguna Facebook yang mana mereka menyalin dan memodifikasi video tersebut, untuk disebarkan dengan versi lainnya. 

Dalam 24 jam pertama sejak video mengerikan itu tersiar langsung, Zuckerberg menuturkan, sistem Facebook secara otomatis telah menurunkan 1,2 juta salinan video tersebut. Facebook juga menurunkan sekitar 300 ribu video terkait serangan itu yang ditandai oleh pengguna Facebook. 

"Banyak yang telah menyalin video itu dan mereka bisa mengunggah itu sesuka sebanyak mungkin. Dari kasus ini, kami perlu membangun sistem lebih canggih untuk bisa mengidentifikasi peristiwa teror live streaming dengan lebih cepat," jelasnya.

Sang pewawancara kemudian bertanya, kenapa kala itu Facebook tidak memutuskan menangguhkan atau delay video saat tersiar langsung, bos Facebook itu berdalih opsi tersebut akan mengganggu semangat dari live streaming. Bos Facebook itu tak mau disalahkan.

"Menangguhkan mungkin, tapi dalam kasus ini penangguhan secara mendasar juga melanggar apa yang live streaming munculkan untuk pengguna. Sebagian besar pengguna live streaming saat pesta ulang tahun atau bergaul saat mereka tak bersama. Itu adalah salah satu hal ajaib dari live streaming. Kan itu dua arah? Anda tidak cuma siaran saja, Anda berkomunikasi dan orang berkomentar. Jadi jika ada penangguhan itu akan melanggar," dalih bos Facebook tersebut. 

Facebook dikritik usai tragedi di Selandia Baru tersebut. Privacy Commisioner John Edwards mengkritik Facebook karena tidak mengenalkan perlindungan keamanan baru dalam pencegahan live streaming serangan teroris tersebut. 

Dalam surat terbuka pada 30 Maret lalu, Kepala Operasional Facebook, Sheryl Sandberg, mengatakan perusahaan telah mengeksplorasi gagasan pembatasan live streaming untuk pengguna yang melanggar Standar Komunitas Facebook. 

Belajar dari kasus teroris di Selandia Baru, Australia telah mengesahkan amandeman undang-undang yang menindak platform internet dan media sosial jika gagal menghentikan konten kekerasan dan kebencian. 

Negeri Kanguru itu telah mengesahkan undang-undang yang bisa memenjarakan eksekutif atau bos media sosial dan mendenda besar penyedia layanan internet, jika mereka tak mampu menghilangkan konten kekerasan dan ekstrimisme dari platform mereka.