Dibalik Agresivitas OTT Bangun Kabel Laut dan Data Center di Indonesia

Penggelaran kabel laut di Sorong, Papua
Sumber :
  • Instagram/@mirambiproject

VIVA – Beberapa perusahaan teknologi raksasa dunia dikabarkan akan membangun jaringan langsung ke Indonesia. Tak hanya kabel laut tapi juga data center. Meski hal ini kerap ditunggu-tunggu, namun pemerintah diminta waspada atas agresivitas yang dilakukan para pemain Over the Top (OTT) tersebut.

Menurut pengamat telekomunikasi dari Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, rencana OTT asing seperti Facebook, Google dan Amazon Web Service (AWS) membangun sistem komunikasi kabel laut (SKKL) langsung dari Amerika Serikat ke Indonesia harus diatur. Jika dibiarkan, kata dia, kerugian dari sisi ekonomi dan ketahanan nasional bisa terjadi.

Dalam keterangannya, Senin, 18 November 2019, Heru menyebut jika SKKL dan Data Center yang dibangun di Indonesia itu merupakan upaya pada OTT untuk memiliki kontrol penuh atas jaringan yang dibangun secara end to end. 

“Pembangunan jaringan secara end to end oleh OTT asing ini merupakan salah satu upaya menghindari pengurusan izin di negara setempat, untuk menghindari kewajiban pajak dan regulatory cost atau BHP frekuensi dan USO. Ini juga bisa jadi upaya mereka menghindari kewajiban terkait security, seperti lawful intercept,” ujar Heru.

Pembangunan data center oleh OTT, kata Heru, harus dilakukan untuk mendukung bisnis utama mereka, terutama social media ads dan cloud. Biasanya OTT asing hanya menggandeng pemain lokal yang mengantongi lisensi jaringan tertutup agar SKKL yang dimilikinya memiliki landing station di negara tujuan.

Rencana ini, sama saja dengan bentuk ‘serangan’ OTT ke Indonesia. Oleh karena itu, Kementerian Kominfo dan Kementerian Pertahanan harus duduk bersama mengantisipasi era perang informasi, dengan mencari cara bagaimana Indonesia bisa menguasai dan mengelola infrastruktur sendiri.

“Kalau dari pemain lokal, dianggap sebagai peluang karena bisa jual core fiber optik. Sedangkan kerugian negara yakni hilangnya kesempatan untuk memajaki OTT, dan juga potensi BHP. Ada juga kerugian bagi pemain SKKL lokal yang punya jaringan internasional karena OTT asing juga menjual kapasitas SKKL-nya ke operator telekomunikasi global dalam bentuk dark fiber untuk trafik ke Asia Tenggara atau Asia umumnya,” katanya.  

Dipaparkannya, jika OTT asing ikut menjual kapasitas SKKL-nya langsung di pasar internasional untuk trafik dari/ke Indonesia tentu negara kembali rugi karena transaksi berlangsung di luar sehingga potensi pajak dan regulatory cost hilang, selain isu ketahanan nasional dimana Indonesia menjadi terbuka di dunia siber.