Alat Deteksi Kebohongan Ini Diklaim Bisa Cegah Korupsi

Ilustrasi korupsi.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Poligraf merupakan alat pendeteksi kebohongan yang bekerja dengan mengukur perubahan fisiologis yang terjadi pada tubuh, misalnya jumlah helaan nafas, detak jantung, tekanan darah dan reaksi mendadak pada kulit.

Alat ini dinilai dapat melihat apakah seseorang tersebut mengatakan hal yang sebenarnya atau berbohong dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tertentu. Ketika seseorang menjalani tes poligraf, ada 4 sampai 6 sensor yang melekat padanya.

Poligraf adalah mesin yang berasal dari kata “poly” yang berarti beberapa, maksudnya adalah beberapa sinyal dari setiap sensor yang timbulkan. Sedangkan, kata "graf" berasal dari "grafik” yang berarti gambar dari hasil sensor dicatat pada satu lembar kertas bergerak.

Alat pendeteksi kebohongan poligraf dipakai untuk tes penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) hingga calon anggota intelijen, serta interogasi tersangka teroris.

Bahkan, poligraf juga diklaim bisa mencegah korupsi. Mengutip situs Russia Today, Presiden Rusia Vladimir Putin mewajibkan kepada seluruh CPNS di negaranya mengikuti tes poligraf. Tujuannya, supaya mereka dipastikan tak terhubung dengan jejaring mafia korupsi.

Tak hanya CPNS, tetapi Putin juga mewajibkan Akademi Kepolisian Rusia menerapkan tes poligraf untuk memastikan bahwa para aparat penegak hukum itu terbebas dari penyalahgunaan obat-obatan terlarang atau narkoba, selain korupsi.

Selain itu, melansir situs Daily Mail, tersangka teroris bernama Usman Khan harus mengikuti tes poligraf sebelum dirinya keluar dari penjara di Inggris. Hal ini untuk memastikan supaya Khan tidak melakukan aksi serupa di kemudian hari.

Khan diketahui melakukan aksi penikaman di atas jembatan di ibu kota London, Inggris pada akhir November 2019. Dalam kejadian itu, dua orang tewas dan tiga lainnya terluka dalam insiden yang dikategorikan sebagai aksi terorisme oleh polisi Inggris. Khan lahir di London dan berasal dari etnis Pakistan.

Menurut BBC, pengamanan bagi terpidana kasus pelecehan seksual yang mendapat keringanan hukuman di Inggris menggunakan poligraf untuk mengecek perilaku mantan napi secara berkala. Pengecekan ini membuat puluhan dari mereka kembali ke penjara.

Tes poligraf juga diterapkan dalam proses seleksi calon anggota badan intelijen (CIA) dan sejumlah jabatan strategis di lingkungan pemerintahan AS. Presiden Asosiasi Poligraf AS, Walt Goodson, mengatakan bahwa poligraf bermanfaat dalam membantu polisi melakukan investigasi.

"Dengan poligraf, sangat cepat dan mudah bagi polisi untuk menentukan tersangka sebuah kejahatan dan memutuskan apakah perlu bagi polisi untuk menggali informasi lebih dalam tentang seseorang, atau mencari calon tersangka lain," kata pria yang pernah bertugas selama 25 tahun di kepolisian negara bagian Texas itu.

Goodson mengingatkan membantu seseorang untuk berbohong dalam tes poligraf bisa punya konsekuensi hukum. Ia pun memiliki contoh dari alat ini. "Seorang mantan pejabat polisi di kota Oklahoma divonis dua tahun penjara karena melatih sejumlah agen rahasia yang membelot dan ingin menutupi kejahatan mereka," jelasnya.

Meski bisa membongkar kebohongan akibat korupsi, narkoba hingga terorisme, namun seorang profesor dari Universitas Liverpool, Inggris, David Canter, mengatakan tes poligraf bisa saja 'disalahkan sehingga tidak dipakai'. "Mereka (poligraf) dapat dikalahkan. Salah satunya tidak diizinkan ada di pengadilan sebagai barang bukti," ungkap Canter.