Masih Ada COVID-19 di Indonesia, LIPI Punya Kabar soal Hewan Kurban

Pemeriksaan hewan kurban.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Sherly (Tangerang)

VIVA – Hari Raya Idul Adha akan berlangsung pada 30 Juli 2020. Sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia selalu menyambutnya dengan melakukan penyembelihan hewan kurban. Namun, karena tahun ini masih ada pandemi COVID-19, maka Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) punya informasi soal hewan kurban.

Seperti diketahui, pandemi COVID-19 telah membuat masyarakat harus beradaptasi dengan kondisi kenormalan baru (new normal) yang mengharuskan juga pelaksanaan protokol keamanan kesehatan dalam melaksanakan penyembelihan hewan kurban.

Kementerian Pertanian telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Pelaksanaan Kurban di Masa Pandemi COVID-19 agar berjalan aman. Lantas, bagaimana cara yang direkomendasikan dalam pengelolaan daging kurban pasca penyembelihan di masa pandemi?

Manajemen pengelolaan hewan kurban harus memperhatikan beberapa aspek, seperti aspek ilahiyyah (ibadah dan taqarrub) dan insaniyaah (kemanusiaan, sosial, dan ekonomi).

Daring

“Aspek kesejahteraan hewan menjadi isu yang juga diperhatikan, untuk menghasilkan produk daging kurban yang berkualitas dan sesuai dengan syariat," kata Kepala Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam LIPI, Satriyo Krido Wahono, Selasa, 16 Juni 2020.

Selain itu, ia juga menambahkan kegiatan dimulai dari pemeliharaan hewan kurban, penjualan, pengiriman penyembelihan, hingga pembagian kepada masyarakat harus memperhatikan aspek keamanan pangan yang berpedoman pada ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal).

Adanya pembatasan jumlah orang selama adaptasi kenormalan baru untuk mencegah penyebaran COVID-19 membuat mobilitas masyarakat terbatas maka dari itu pembelian dan penjualan hewan kurban dapat dilaksanakan melalui daring.

"Ada alternatif untuk memininimalkan kontak secara lansgung dengan membeli hewan kurban secara daring dengan mengetahui data gigi, foto hewan kurban secara fisik, dan bobot badan digital. Disarankan juga agar calon pembeli hewan kurban telah mengenal penjual," jelas Awistaros Angger Sakti, peneliti domba Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam LIPI.

Teknologi preservasi daging

Sebagian besar daging mengandung protein dan bahan-bahan organik yang sifatnya mudah rusak sehingga perlu perhatian khusus. Kerusakan pada daging usai penyembelihan dapat disebabkan tiga faktor yakni pertama faktor biologis (akibat mikrobiologi). Kedua faktor oksidasi (zat kimia), terakhir karena faktor dehidrasi dan enzimatik.

Untuk mengatasi kerusakan daging agar tidak membusuk sehingga aman dikonsumsi masyarakat, memperpanjang waktu simpan, dan memperbaiki kualitas produk maka distributor daging dapat menggunakan teknologi presevarsi daging sebelum dikemas.

“Pengemasan daging kurban terlebih dahulu dengan memanfaatkan teknologi sebelum didistribusikan adalah cara yang aman guna melindungi produk dan konsumen dari paparan penyakit,” papar peneliti Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam LIPI, Andi Febrisiantosa.

Terdapat tujuh teknologi preservasi daging yaitu cold storage, dehydrating, salting and curing, smoking and cooking, canning, irradiation, dan standardization, blending and emulsification.

“Setelah dilakukan preservasi, daging dikemas dengan memeperhatikan aspek pengemasan yakni kemasan harus melindungi dari perubahan fisik, kimiawi, dan biologis serta efisien agar masyarakat yang akan mengonsumsi daging kurban tetap terlindungi,” kata Andi, menutup pembicaraan.