Denda Terhadap Grab Tak Ganggu Investasi Asing

Komisioner KPPU, Guntur Syahputra Saragih.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Putra Nasution (Medan)

VIVA – Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang memutus bersalah Grab dalam kasus monopoli, dinilai tidak akan mengganggu investasi asing di Indonesia. Hal itu dikatakan oleh pengamat hukum bisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta, Dr Yudho Taruno Muryanto.

Ia melihat, keputusan KPPU tersebut telah didasari oleh fakta yang kuat dan sudah melalui proses persidangan yang terbuka. Hal ini juga menjadi jaminan adanya persaingan yang sehat, dalam kegiatan bisnis di Indonesia.

"Dalam konteks persaingan usaha, pada prinsipnya Undang-Undang mengatur kepentingan antar pelaku usaha. Mereka bisa orang perorangan, badan usaha, kelompok, atau asosiasi. Dalam konteks kasus ini, ada beberapa pelaku usaha yang dalam tanda kutip merasa ada diskriminasi,” ujarnya di Jakarta, Sabtu 4 Juli 2020.

Yudho menegaskan, setiap pelaku usaha harus tunduk pada UU persaingan usaha. Karena, aturan tersebut akan memberikan jaminan dan kepastian bahwa kegiatan bisnis telah dijalankan secara sehat dan adil.

“Selama mereka melakukan usaha di Indonesia, harus tunduk terhadap UU. Tidak peduli lokal atau asing. Pemerintah memang membutuhkan investasi asing, tapi jangan sampai justru merugikan  pelaku usaha lokal,” tuturnya.

Beberapa waktu lalu, Majelis KPPU yang diketuai Dinni Melanie, Guntur Saragih dan Afif Hasbullah menghukum PT Solusi Transportasi Indonesia membayar denda Rp29,5 miliar dan dinyatakan bersalah melanggar prinsip persaingan usaha.

Dalam putusannya, majelis menilai PT Solusi Transportasi Indonesia atau Grab Indonesia dan mitranya, PT Teknologi Pengangkutan Indonesia bersalah melanggar Pasal 14 dan 19 ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Terkait dengan keputusan pembayaran denda oleh KPU tersebut, kuasa Hukum TPI, Hotman Paris Hutapea menyatakan putusan sidang KPPU terhadap kliennya terkait persaingan usaha tak sehat sebesar Rp30 miliar tidak sesuai dengan temuan fakta di lapangan.

"Putusan tersebut merupakan preseden buruk bagi citra dunia usaha Indonesia di mata internasional," kata Hotman.