Sembarangan Mengklaim Data Pribadi Bisa Dijerat UU ITE

Ilustrasi browsing di Google.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Riwayat penelusuran atau browsing history merupakan serangkaian data dan informasi yang menunjukkan situs-situs apa saja yang sudah dikunjungi oleh pengguna internet.

Browsing history diibaratkan sebagai rute, jalan, atau tempat yang sudah dilalui atau dikunjungi seseorang jika di dunia nyata. Namun begitu, riwayat penelusuran juga informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak bisa diklaim kepemilikannya oleh orang, jika merujuk ke Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Cukup beralasan untuk menyebutkan bahwa kepemilikan browsing history tidak bisa diklaim secara hukum oleh seseorang. Selain itu, tidak ada putusan pengadilan di Indonesia yang menentukan siapa yang menjadi pemilik riwayat penelusuran penggunaan layanan internet hingga saat ini," kata Pemerhati Hukum Telekomunikasi, Informasi dan Transaksi Elektronik, Muhtar Ali, Kamis, 1 Oktober 2020.

Ia lalu memaparkan Pasal 32 (1) UU ITE tidak memberi uraian lebih lanjut tentang dokumen dan/atau informasi elektronik yang mana yang dapat diklaim kepemilikannya oleh seseorang atau menjadi milik publik.

Menurutnya, Pasal 32 (1) Undang-Undang No 11 Tahun 2008 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) melarang orang yang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.

Muhtar melanjutkan, UU ITE juga tidak mengatur bagaimana cara seseorang memperoleh kepemilikan atas dokumen dan/atau informasi elektronik sebagaimana ketentuan Pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan bukti apa yang dapat ditunjukkan untuk dapat mengklaim kepemilikan atas suatu dokumen dan/atau informasi elektronik.

Merujuk pada penjelasan browsing history sebagaimana di atas, dan mengingat UU ITE tidak memberi batasan yang jelas tentang informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dapat atau tidak dapat dimiliki oleh orang, maka cukup beralasan untuk menyebutkan bahwa kepemilikan browsing history tidak bisa diklaim secara hukum.

Lebih lanjut Muhtar mengatakan jika dikaitkan dengan perlindungan data pribadi, riwayat penelusuran atau browsing history tidak memenuhi unsur yang disebutkan Pasal 1 (1) PM 20/2016.

Dalam beleid itu disebutkan definisi data pribadi sebagai data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya.

Selanjutnya, Data Perseorangan Tertentu adalah setiap keterangan yang benar dan nyata yang melekat dan dapat diidentifikasi, baik langsung maupun tidak langsung, pada masing-masing individu yang pemanfaatannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan Pasal 1 (2) PM 20/2016.

Unsur utama data pribadi berdasarkan definisi di atas adalah bahwa data tersebut adalah data tentang perseorangan, yang benar dan nyata yang melekat dan dapat diidentifikasi pada masing-masing individu, bukan tentang aktivitas seseorang.

Apabila seseorang mengakses internet dan mengunjungi berbagai situs yang berbeda, maka tindakan tersebut akan menghasilkan browsing history yang antara lain menunjukkan situs mana saja yang dikunjungi, jam berapa dan berapa lama yang bukan merupakan data pribadi.

"Namun, informasi yang berisi nama yang mengakses, nomor identitas, dan alamat emailnya merupakan data pribadi yang perlindungannya diatur dalam UU ITE dan peraturan pelaksananya," ungkap Muhtar.