Masyarakat Daerah Terpencil Jadi Korban Operator Telekomunikasi

Ilustrasi cek sinyal ponsel di daerah terpencil.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo tengah melakukan evaluasi dan perpanjangan Izin Pita Frekuensi Radio (IPFR) operator telekomunikasi di frekuensi 800Mhz, 900Mhz, dan 1.800Mhz. Jika pada periode sebelumnya operator telekomunikasi dibebaskan dalam menentukan komitmen pembangunan, kini tidak bisa lagi.

Menkominfo Johnny G. Plate meminta seluruh operator telekomunikasi agar memenuhi komitmen pembangunan di 3.435 daerah non-komersial yang belum mendapatkan layanan telekomunikasi.

Ia mengingatkan, apabila operator tidak memasukkan komitmen pembangunan di 3.435 daerah non-komersial, maka IPFR hanya akan diperpanjang satu tahun. Tapi sebaliknya, jika mereka mau membangun daerah tersebut akan diberi perpanjangan IPFR untuk 10 tahun ke depan.

Komisioner Ombudsman, Ahmad Alamsyah Saragih, memberikan respons positif terhadap langkah tegas Menkominfo yang ‘memaksa’ operator telekomunikasi membangun di 3.435 daerah non-komersial. Menurutnya, komitmen pembangunan tersebut bukan sekadar amanat UU 39 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, tetapi juga konstitusi.

"Dahulu, operator telekomunikasi banyak yang mengabaikan amanat UU. Mereka pegang izin penyelenggaraan telekomunikasi secara nasional, namun yang dibangun hanya daerah yang menguntungkan saja," kata dia, Senin, 14 Desember 2020.

Alamsyah menuturkan pandemi COVID-19 telah menyadarkan pemerintah masih banyak masyarakat di daerah terpencil yang dikorbankan oleh operator telekomunikasi. Padahal, telekomunikasi adalah hak dasar seluruh masyarakat.

Namun, ungkap dia, karena prinsip dasar Pelayanan Universal Telekomunikasi (Universal Service Obligation/USO) kerap diputar-putar, maka baru sekarang operator merasakan dampaknya, yaitu dipaksa pemerintah membangun ribuan daerah non-komersial.

“Saya minta pemerintah jangan abaikan mandat USO dalam UU Telekomunikasi. Operator yang dahulu bermain-main baru sekarang tahu akibatnya. Apa yang dilakukan Menkominfo saat ini sudah benar bahwa manuver yang dilakukan operator yang menunda-nunda pembangunan di daerah remote berdampak negatif bagi transformasi digital," tegas Alamsyah.

Photo :
  • flickr.com

Ia juga mengingatkan banyak sekali infrastruktur telekomunikasi untuk daerah terpencil, seperti pembangunan Palapa Ring, yang dibangun hingga saat ini belum menjadi solusi bagi penggelaran jaringan telekomunikasi di daerah USO.

Bahkan, saat ini pemerintah telah menganggarkan yang dananya diambil dari APBN untuk membangun jaringan telekomunikasi di daerah USO. "Menurut saya itu keliru. Sebab, pemerintah sudah memiliki dana USO dari operator telekomunikasi,” tuturnya.

Alamsyah juga mengkritik Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi atau Bakti Kominfo yang melupakan tugas dan fungsi utama mereka untuk membangun jaringan telekomunikasi daerah USO.

Menurutnya, apa yang dilakukan Bakti, seperti melakukan blocking time dan beriklan di beberapa stasiun TV nasional hingga rencana memiliki satelit, merupakan salah satu bentuk kebijakan tidak tepat dalam mengelola anggaran pembangunan jaringan telekomunikasi di daerah terpencil.

"Saya sangat berharap Menkominfo membenahi Bakti yang tidak tepat selama ini. Tujuannya, agar dana USO yang terbatas itu bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk pembangunan jaringan telekomunikasi di daerah terpencil," papar Alamsyah.