NASA Sebut Sebagian Jakarta Utara Alami Penurunan Tanah

Banjir rob menggenangi kawasan Pasar Ikan Pejarungan Muara Baru Jakarta Utara.
Sumber :
  • VIVA/Andrew Tito

VIVA – Meningkatnya suhu global dan mencairnya lapisan es di Bumi membuat banyak kota pesisir menghadapi risiko banjir rob yang semakin besar akibat kenaikan permukaan air laut. Provinsi DKI Jakarta menjadi salah satu yang akan menghadapi tantangan tersebut, menurut Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat atau NASA.

Banjir selalu bersahabat dengan ibu kota Jakarta karena mempunyai beberapa sungai dataran rendah yang selalu meluap saat musim hujan. Dalam beberapa dekade terakhir, masalah banjir semakin memburuk, sebagian didorong oleh pemompaan air tanah yang secara luas menyebabkan tanah tenggelam atau surut dengan kecepatan tinggi.

Menurut beberapa perkiraan, sebanyak 40 persen tanah berada di bawah permukaan laut. Dengan rata-rata permukaan laut global yang naik sebesar 3,3 milimeter per tahun dan di tengah tanda-tanda bahwa badai hujan semakin intens saat atmosfer memanas, banjir yang merusak telah menjadi hal biasa.

Sejak 1990, banjir besar telah terjadi setiap tahunnya di Jakarta, dengan puluhan ribu orang yang akhirnya mengungsi. Musim hujan pada 2007 membawa banjir yang sangat merusak, dengan lebih dari 70 persen kota terendam. Urbanisasi yang cepat, perubahan penggunaan lahan dan pertumbuhan penduduk telah memperburuk masalah.

Penggantian lahan hutan dan vegetasi lainnya dengan permukaan kedap air di daerah pedalaman di sepanjang Sungai Ciliwung dan Cisadane telah mengurangi jumlah air yang dapat diserap berkontribusi terhadap limpasan dan banjir bandang.

Dengan populasi wilayah metropolitan lebih dari dua kali lipat antara 1990 hingga 2020, ada lebih banyak orang memadati dataran banjir yang berisiko tinggi. Selain itu, banyak saluran sungai dan kanal yang menyempit atau tersumbat secara berkala oleh sedimen dan sampah, sehingga sangat rentan terhadap luapan.

Sejak 1990, lahan buatan dan pembangunan baru telah menyebar ke perairan dangkal Teluk Jakarta. Menurut salah satu analisis data Landsat, di sana telah terbangun setidaknya 1.185 hektare (5 mil persegi) lahan baru di sepanjang pantai.

Sebagian besar lahan telah digunakan untuk pembangunan perumahan kelas atas dan lapangan golf, menurut Dhritiraj Sengupta, seorang ilmuwan penginderaan jauh di East China Normal University.

Perkembangan seperti itu membawa banyak dampak yang tak terhindarkan, seperti kenaikan permukaan laut dan gelombang badai, menurut situs Earth Observatory NASA, Rabu, 21 Juli 2021.

Pulau-pulau buatan seringkali memiliki jenis tanah yang paling cepat surut karena pasir dan tanahnya mengendap dan menjadi padat seiring waktu. Satelit dan sensor berbasis darat mencatat sebagian Jakarta Utara mengalami penurunan puluhan milimeter per tahun.

"Di pulau-pulau buatan baru angka itu melonjak hingga 80 milimeter per tahun," kata Sengupta. Beberapa pulau baru dibangun sebagai bagian dari rencana Proyek Terpadu Ibu Kota Negara sebuah upaya untuk melindungi kota dari banjir dan untuk mendorong pembangunan ekonomi.

Inisiatif utamanya adalah pembangunan tanggul laut raksasa dan 17 pulau buatan baru di sekitar Teluk Jakarta. Meskipun pengerjaan proyek dimulai pada 2015, namun berbagai masalah lingkungan, ekonomi, dan teknis telah memperlambat konstruksi dan mengurangi ruang lingkup.

Rencana untuk membangun tanggul laut besar masih ada, tetapi mungkin tidak cukup untuk mempertahankan status quo di ibu kota Jakarta. Dengan meningkatnya tekanan lingkungan banyak yang berharap pusat pemerintahan berpindah dari DKI Jakarta ke lokasi baru di Kalimantan Timur.