Kebocoran Data Masih Jadi Momok di Indonesia

Hacker mengambil data pribadi korban.
Sumber :
  • TechCrunch

VIVA – Peristiwa kebocoran data sudah berkali-kali terjadi di Indonesia, terbaru yakni yang terjadi di aplikasi electronic Health Alert Card atau eHAC. Meski aplikasi tersebut tidak lagi dipakai, namun tetap saja masyarakat merasa waswas.

Berdasarkan data dari survei terbaru perusahaan keamanan siber Trend Micro yang bekerja sama dengan Ponemon Institute, ditemukan bahwa serangan siber kemungkinan masih akan terus terjadi di Tanah Air. Mereka juga menyebutkan, 81 persen perusahaan di Indonesia bisa mengalami kebocoran data dalam 12 bulan ke depan.

“Dari temuan di Indonesia, kami melihat adanya peningkatan peristiwa akan risiko kebocoran data," ujar Country Manager Trend Micro Indonesia, Laksana Budiwiyono saat konferenso pers virtual, dikutip Sabtu 4 September 2021.

Laksana menjelaskan, data tersebut berasal dari laporan Cyber Risk Index atau CRI, yakni kesiapan keamanan responden dan kemungkinan mereka mengalami serangan. Hasil laporan itu tersedia dua kali dalam satu tahun.

Laporan CRI ditunjukkan melalui angka, dengan rentang -10 hingga 10. Angka yang paling rendah menunjukkan risiko terbesar, dan menurut Trend Micro saat ini Indonesia berada di level -0,12.

Dibandingkan tahun lalu, nilai CRI Indonesia mengalami penurunan. Hal itu berarti saat ini terjadi peningkatan risiko serangan siber di Tanah Air.

Ada tiga dampak negatif dari serangan siber yang menjadi perhatian di Indonesia, yakni kehilangan kekayaan intelektual termasuk rahasia dagang, gangguan atau kerusakan pada infrastruktur penting, serta biaya jasa yang harus dikeluarkan untuk konsultan atau ahli dari luar perusahaan.