Waswas sama Project S TikTok

TikTok.
Sumber :
  • Pixabay

Jakarta – Platform milik ByteDance asal China, TikTok, semakin gencar memperluas bisnis ritel online. Kali ini, perluasan bisnisnya diberi nama Project S, yaitu langkah untuk mulai menjual produknya sendiri di platformnya, seperti dikutip VIVA Digital dari situs Financial Times, Sabtu, 24 Juni 2023.

Unit yang dibangun ByteDance ini akan memiliki situs yang menjual produk murah dan banyak fitur di media sosial. Project S akan memanfaatkan data analytics yang dimiliki TikTok mengenai barang-barang yang viral.

Di Inggris, platform ini telah meluncurkan fitur belanja baru dengan nama Trendy Beat. Fitur tersebut digadang-gadang sebagai upaya untuk menyaingi Shein dan Amazon.

Trendy Beat menjual barang-barang yang terbukti populer di TikTok. Jadi, menurut laporan Financial Times, semua barang yang diiklankan di Trendy Beat dikirim dari China yang diproduksi oleh perusahaan yang listing di Singapura.

Menurut pengajuan di bursa, perusahaan tersebut dimiliki oleh ByteDance. Hal itu akan menjadi rujukan ByteDance dalam memproduksi produk sendiri untuk dijual di Trendy Beat dengan harga murah.

TikTok lalu gencar mempromosikan produk Trendy Beat daripada penjual kompetitor di TikTok. Menurut sumber Financial Times, model penjualan yang dilakukan TikTok mirip seperti yang dilakukan Amazon, yakni membuat dan mempromosikan produknya sendiri yang populer.

Langkah itu menjadi perubahan besar dari model penjualan TikTok. Saat ini, sejumlah negara, termasuk Indonesia, vendor lain bisa menjual barang melalui TikTok Shop, dan aplikator mengambil sedikit komisi dari penjualan tersebut.

Namun, komisi dari penjualan di Fitur Trendy Beat TikTok, sepenuhnya akan dimiliki oleh ByteDance.

"Upaya untuk mulai menjual produknya (TikTok) sendiri itu dikenal secara internal sebagai Project S. ByteDance kini sedang membangun unit ritel online untuk menyaingi Shein, e-commerce 'fast fashion' asal China, dan e-commerce yang menjual produk murah milik Pinduoduo, Temu," ungkap sumber yang menjelaskan secara detail.

CEO TikTok Shou Chew.

Photo :
  • Misrohatun Hasanah

Kabar terbaru menyebutkan bahwa TikTok berencana melakukan investasi besar-besaran, yakni US$10 miliar di Indonesia. Kekhawatiran muncul lantaran Project S ditakutkan juga akan diterapkan di sini.

Saat ini, bisnis model TikTok Shop masih mengizinkan penjual lain untuk berjualan di platform e-commerce miliknya dengan mengambil sedikit komisi.

Dengan semakin banyaknya penjual lokal yang bergabung dengan TikTok Shop, pemerintah diminta waspada karena belum adanya aturan yang jelas. Hal tersebut diungkapkan Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira.

"Indonesia berbeda dengan Inggris dan Amerika Serikat (AS). Dua negara ini struktur ekonominya tidak bergantung pada industri kecil. Kalau Indonesia masih ditopang UMKM. Jadi, pemerintah jangan mudah tergiur dengan komitmen investasi TikTok mengingat mereka sedang gencar ekspansi ke social-commerce," paparnya mengingatkan.