AI Jadi 'Game Changer'
- Analytics Insight
VIVA Tekno – Industri teknologi berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) diprediksi semakin memegang peranan penting di sektor ekonomi. Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), AI diperkirakan akan menambah Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia hingga US$386 miliar atau Rp5,5 triliun pada 2030.
Kecerdasan buatan sebagai salah satu teknologi yang menjadi kunci utama perubahan besar di masa depan, tapi sisi lain memiliki beberapa risiko. Yang paling dikhawatirkan oleh banyak kalangan adalah meningkatnya tingkat pengangguran akibat lapangan pekerjaan yang diisi oleh otomatisasi dan AI.
Grant Thornton melihat teknologi ini sebagai game changer sehingga harus dipastikan dapat berkembang di berbagai lapisan masyarakat. Dengan masifnya pengembangan AI diharapkan bisa mengakselerasi transformasi ekonomi Indonesia. Mulai dari mempercepat pemerataan pembangunan hingga menggerakkan sektor riil maupun ekonomi kreatif.
"Kami fokus di kualitas supaya bisa terus beradaptasi terhadap perkembangan industri. Tantangan paling utama sekarang adalah maraknya penggunaan AI. Ini harus dimanfaatkan maksimal agar tetap relevan," kata Assurance Partner Grant Thornton Indonesia, Tagor Sidik Sigiro, kala berbincang dengan VIVA Tekno dan sejumlah media massa di Jakarta.
Ia mendorong perusahaan-perusahaan juga harus mulai menuju ke hal-hal seperti sustainability dan accountability memasuki 2024. Hal apapun yang dilakukan oleh perusahaan saat ini bisa dinilai oleh masyarakat umum secara langsung karena penggunaan media yang sudah masif.
Harapannya, perusahaan dapat menganggap sustainability menjadi hal yang membuat semua stakeholder mulai sadar dan aktif terhadap konsep berkelanjutan. Bicara tahun politik jelang pemilu, Tagor melihat tidak terlalu mempengaruhi keputusan para pelaku usaha untuk mendaftarkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI).
"Masih ada persiapan untuk melakukan IPO dari mulai akhir semester pertama tahun ini hingga memasuki awal tahun 2024. Dalam masa pendaftaran 6 bulan untuk penerbitan proses IPO, klien-klien kami berpendapat bahwa hasil pemilu tidak terlalu mempengaruhi keputusan untuk go public, karena mereka yakin bahwa saham domestik tetap akan diserap oleh investor domestik," jelas Tagor.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adinegara, yang mengatakan investasi selalu mengalami perlambatan setiap tahun politik. Sementara untuk tahun depan, investasi diperkirakan akan tumbuh positif namun melandai di angka 3 persen.
Hal ini dipengaruhi, salah satunya, karena investor yang masih 'wait and see'. Namun demikian, ada juga investor yang tetap berinvestasi meski pemilu masih berlangsung, khususnya untuk sektor makanan dan minuman serta otomotif karena peluang konsumsi domestik yang besar.
Akan tetapi, tantangan yang harus diperhatikan pemerintah adalah bagaimana cara menjaga konsumsi rumah tangga dalam mendukung stabilitas ekonomi. "Saya memprediksi efek pemilu hanya mempengaruhi 0,3-0,4 persen dari PDB," ungkap Bhima.
Ia juga memprediksi perekonomian Indonesia akan tumbuh di angka 5 persen untuk best scenario, dan 4,7-4,9 persen dengan skenario moderat pada 2024. Faktor yang tidak bisa diprediksi seperti ekspor dan investasi masih akan menjadi tantangan.
"Tugas pemerintah sekarang adalah bagaimana caranya agar masyarakat yang masuk kategori menengah ke atas untuk mulai banyak spending di dalam negeri daripada ke luar negeri. Untuk pelaku usaha, saya mendorong untuk fokus dengan hal yang berhubungan dengan isu keberlanjutan seperti ESG (Environment, Social and Governance)," paparnya.