Microsoft Akan Beli TikTok Rp72 Triliun, Pantaskah?

TikTok.
Sumber :
  • VOAnews

VIVA – TikTok akan menjadi ladang duit Microsoft jika raksasa teknologi yang didirikan oleh Bill Gates itu menemui kata sepakat dengan ByteDance Technology. Namun, kemungkinan penjualan operasional TikTok di Amerika Serikat (AS) ini dilaporkan tertunda setelah Presiden Donald Trump mengancam akan memblokir aplikasi berbagi video pendek tersebut.

Pembicaraan ByteDance Technology, induk usaha TikTok, dengan Microsoft merupakan opsi terakhir untuk meyakinkan serta memenangkan dukungan Gedung Putih. Akan tetapi, opsi tersebut diprediksi akan buntu seiring pernyataan keras Trump.

Pada Jumat malam, 31 Juli 2020, Trump mengonfirmasi sedang merencanakan blokir TikTok. "Mereka (Tiktok) sangat mengkhawatirkan. Kami melarangnya untuk Amerika Serikat," kata dia, dikutip dari laman BBC, Senin, 3 Agustus 2020.

Larangan Tiktok ini sudah disuarakan oleh beberapa pihak, termasuk para politisi di negeri Paman Sam. Mereka menyatakan, pemerintah China menggunakan TikTok untuk memata-matai masyarakat AS dan menyebarkan propaganda saat pemilu.

Namun tudingan tersebut terus dibantah TikTok. Mereka menegaskan kembali bahwa TikTok berkomitmen untuk melindungi data pribadi dan keamanan penggunanya. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa Microsoft sedang bernegosiasi dengan ByteDance untuk membeli TikTok.

Lalu, berapa harga yang pantas diberikan? Mengutip situs Forbes, jika terjadi kesepakatan maka TikTok dihargai US$5 miliar atau Rp72 triliun. Itu baru perkiraan.

Sebagai perusahaan swasta, tidak ada penilaian pasti untuk TikTok. Terlebih lagi, ketidakpastian tentang masa depan operasional TikTok di AS membuatnya sulit untuk memperkirakan valuasinya.

Meski begitu, baru-baru ini sejumlah investor induk usaha TikTok, ByteDance Technology, menghargainya sebesar US$50 miliar atau Rp720 triliun. Angka ini jauh lebih besar dari Snap, anak usaha Snapchat.

Dari total 800 juta pengguna aktif TikTok pada Juli 2020, sebesar 10 persen atau 80 juta berasal dari AS, menurut Wallaroomedia. Kendati demikian, ada banyak faktor yang dapat menjatuhkan penilaian tersebut, khususnya dari sisi hukum dan politik.

Namun percepatan pertumbuhan TikTok dan kemungkinan kepemilikan oleh Microsoft akan membatasi risiko penyebaran data pribadi pengguna AS sampai ke China. Itu artinya Microsoft harus membayar premi kontrol untuk kesepakatan yang harus disetujui.

Belum lagi, menurut laporan Journal, bahwa nilai ByteDance tiga kali lebih tinggi, atau US$150 miliar (Rp2.157 triliun), di pasar sekunder.

Dengan TikTok tetap beroperasi di AS maka dapat memberi Microsoft posisi yang lebih kuat dalam bisnis media sosial yang didominasi oleh Facebook dan YouTube milik Google.

Sejak pandemi COVID-19 dimulai, jumlah pengguna TikTok terus meningkat, di mana jumlah pengguna aktif naik 15,1 persen antara 21 Januari hingga 24 Maret 2020.

Menurut Wallaroomedia, jumlah pengguna aktif bulanan TikTok di AS melonjak sebesar 122 persen. Dari 20 juta pada November 2018 menjadi 80 juta pada Juli 2020. Hingga Juni kemarin, pendapatan TikTok di AS diperkirakan mencapai US$500 juta atau Rp7,2 triliun.

Meski gembar-gembor Microsoft mau membeli TikTok, namun manajemen aplikasi video pendek itu menolak untuk membahasnya lebih detail. Akan tetapi, seorang juru bicara memberikan sedikit bocoran. "Kami memang tidak mengomentari rumor atau spekulasi apapun. Tapi kami yakin dalam keberhasilan jangka panjang TikTok," jelasnya.