Manfaatkan COVID-19, Hacker Tak Lelah Tipu Korban Lewat Online

Ilustrasi hacker.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Hingga Jumat sore, 27 Maret 2020, sudah ada 1.046 kasus Virus Corona COVID-19 di Indonesia, di mana orang yang meninggal dunia meningkat menjadi 87 orang, serta sembuh dari Corona dilaporkan sebanyak 46 orang.

Meningkatnya jumlah orang yang terpapar virus ini tentu membuat masyarakat semakin enggan keluar rumah dan mengandalkan online untuk memenuhi kebutuhan harian. Tapi, masyarakat diminta berhati-hati kalau berbelanja di toko online atau e-commerce. Sebab, kini marak modus penipuan atau phising.

Namun jangan khawatir. Karena, kasus ini sedang ditangani oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) terkait keamanan informasi. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga gencar mengedukasi masyarakat agar berhati-hati agar tidak mengklik link atau URL website yang mencurigakan.

"Masyarakat jangan mudah ngeklik link website yang mencurigakan. Seringkali link, misalnya menambahkan satu dua huruf satu dua kata, seperti aslinya. Padahal URL website tidak benar. Kami fokus mengedukasi dan mengawasi agar tidak terjadi kasus-kasus seperti itu," ungkap Dirjen Aptika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah, pun mewanti-wanti agar masyarakat lebih hati-hati dalam berbelanja daring. Juga, benar-benar mencermati setiap prosedur saat berbelanja agar tidak dirugikan.

Pasalnya, di tengah wabah COVID-19, di mana masyarakat membutuhkan banyak alat kesehatan untuk melindungi diri dan keluarga, muncul pihak yang tidak bertanggung jawab melakukan penipuan memanfaatkan kepanikan.

Modus penipuan beragam, termasuk melalui pengiriman barang bodong dan juga melalui phisingPhising menjadi salah satu andalan penipu di tengah timbulnya permintaan tinggi dan kepanikan masyarakat untuk mencari alat kesehatan.

Seperti diketahui, melalui phising seorang peretas bisa menjebak untuk memberikan data-data penting secara tanpa disadari melalui jaringan internet, yang berujung peretasan.

Jenis penipuan yang paling populer dan kerap digunakan adalah clone phishing. Pada penipuan jenis ini, serangan dilakukan dengan melalui surat elektronik yang terlihat resmi dan mengandung attachment di dalamnya.

Attachment ini kemudian digunakan untuk mengambil data dari si korban untuk kemudian dikirimkan lagi ke tempat yang diinginkan oleh si pelaku. Sementara, jenis phising yang belakangan marak terjadi di marketplace Indonesia menggunakan pendekatan social engineering.

Menyadari kesulitan masyarakat membeli alat kesehatan, peretas memanipulasi korban untuk mengklik suatu tautan yang dikirim melalui direct message, Whatsapp atau SMS.

Hacker atau peretas biasanya memberikan alasan bahwa terjadi kesalahan di sistem atau pesanan tercatat berulang. Tautan di luar sistem marketplace itulah yang nantinya akan meminta data-data pribadi atau bahkan lebih parah, data finansial korban.

Piter menjelaskan, untuk mengurangi penipuan di perdagangan online memang tidak mudah. Menghilangkan sama sekali rasanya tidak mungkin. Karena itu, ia mendorong agar marketlpace lebih gencar meningkatkan sosialisasi dan edukasi tentang bagaimana belanja online secara aman.

"Salah satunya adalah dengan hanya belanja online di marketplace yang sudah teruji dan kredibel serta pergunakan sistem yang mereka punya," ujar Piter.

Piter menambahkan agar konsumen jangan mau dipancing bertransaksi atau menyerahkan data-data di luar sistem meskipun bertemu seller di marketplace.

Selain sosialisasi edukasi, tak kalah penting, pemerintah juga menata regulasi tentang perizinan dan pengawasan terhadap mereka yang melakukan penjualan secara online. Mereka yang akan menjual sesuatu secara online hendaknya terdaftar dan diawasi.

Langkah selanjutnya adalah meningkatkan peran lembaga perlindungan konsumen untuk menampung pengaduan korban penipuan perdagangan online.

Marketplace juga harus bertanggung jawab apabila terjadi penipuan oleh salah satu lapak atau penjual yan ada di marketplace yang mereka kelola.

"Semua praktik tak wajar termasuk menjual harga di atas harga pasar, memanfaatkan situasi seperti wabah corona, seharusnya menjadi bagian yang diawasi dan dicegah oleh pengelola marketplace di bawah pengawasan pemerintah," tegas Piter.