Tiga Sumber Dana bagi Startup Indonesia

Ilustrasi startup.
Sumber :
  • www.pixabay.com/geralt

VIVA.co.id – Pengetahuan perbankan terhadap potensi industri ekonomi kreatif dinilai masih sangat terbatas. Ini yang membuat pelaku ekonomi kreatif kesulitan mencari bantuan dana ke lembaga keuangan perbankan. Alhasil, menghambat berkembangnya ekonomi kreatif Indonesia dan kurang bersaing dengan negara lain, misalnya Singapura.

Deputi Akses Permodalan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Fadjar Hutomo, menuturkan, persoalan pembiayaan masih menjadi kendala lantaran mayoritas subsektor industri kreatif bersifat intangible atau tak terlihat. Perbankan menjadi sulit mengukur nilai jaminan untuk bisa memberikan kredit.

"Apa yang dibutuhkan untuk permodalan startup adalah equity financing, cold money (investasi jangka panjang). Makanya, yang harus dilakukan adalah ya kita (Bekraf) secara gradual dan progresif, melakukan perubahan kepada masyarakat yang masih menggunakan pemikiran bisnis yang saving society ke investing society," tuturnya kepada VIVA.co.id di Balai Kartini, Jakarta, Selasa 19 September 2017.

Ia menjelaskan, subsektor industri kreatif yang dimaksud bisa meliputi fesyen, kerajinan, periklanan, kuliner, arsitektur, desain, pasar barang seni, video, film, fotografi. Selanjutnya, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan piranti lunak, radio dan televisi, serta riset pengembangan.

Fadjar menyebutkan, beberapa sumber pendanaan untuk membantu pembiayaan industri ekonomi kreatif biasanya datang dari dana perbankan, karena 90 persen lebih dana masyarakat tersimpan di sana. Kedua, dari pemodal ventura (venture capital).

Ia mengatakan, potensi industri ekonomi kreatif Indonesia, seperti startup telah ada yang menarik perhatian pemodal ventura asing untuk investasi. Menurutnya, itu menjadi indikasi pemodal ventura dapat menjadi salah satu sumber modal yang dapat mendorong perkembangan industri ekonomi kreatif.

"Pada saat mulai, 90 persen (pelaku ekonomi kreatif) dipastikan pakai modal sendiri. Setelah itu, biasanya mereka mencari angel investor, bisa dari lingkungan terdekat seperti orang tua, teman, saudara, dan sebagainya. Atau bisa jadi dapat modal dari event, kemudian bertemu dengan venture capital di sana," katanya.

Fadjar menjelaskan equity financing atau investasi jangka panjang bisa berasal dari angel investor, pemodal ventura, filantropi atau crowdfunding atau urun dana.

“Modal pembiayaan seperti ini yang harus diperbanyak di Indonesia," ujarnya.

Fadjar mengakui akan mengupayakan adanya bantuan pembiayaan dari pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk startup. (one)