Kekeringan Melanda, BPPT Siapkan Teknologi Modifikasi Cuaca

Kondisi kekeringan yang melanda ribuan hektare sawah.
Sumber :
  • VIVA/Dani Randi

VIVA – Kekeringan mulai melanda sejumlah daerah di Indonesia. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT ) melalui Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) menyiapkan strategi pelaksanaan teknologi modifikasi cuaca di berbagai daerah. 

“Kami baru dikontak Kemendes PDTT (Kementerian Desa Pembangunan Daerah Teringgal dan Transmigrasi) mengenai kemungkinan dilaksanakan TMC (Teknologi Modifikasi Cuaca) di berbagai daerah di wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Detail daerahnya belum diinfokan, namun dilaporkan sejumlah daerah di tiga wilayah tersebut mulai alami kekeringan,” ungkap Kepala BPPT Hammam Riza di Jakarta, Selasa, 2 Juli 2019, dikutip dari keterangan pers. 

Selain wilayah tersebut, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Batam (BP Batam) kata Hammam Riza, juga meminta dilaksanakan TMC.  Sedikitnya terdapat 5-6 waduk di pulau Batam yang mengalami defisit pasokan air akibat kemarau panjang dan anomali iklim. “Padahal waduk-waduk tersebut menjadi sumber utama pasokan air baku untuk sekitar 1,4 juta penduduk Batam,” paparnya.  

Sementara itu, Bupati Indramayu bahkan telah melayangkan surat pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan tembusan Kepala BPPT mengenai permintaan dilaksanakan TMC karena kondisi di wilayahnya yang memprihatinkan.  “Hingga pertengahan Juni lalu, tanaman padi yang terancam kekeringan di Kabupaten Indramayu sudah mencapai ribuan hektar,” ungkap Hammam. 

Data Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Jawa Barat mencatat hingga 15 Juni, tanaman padi yang terancam kekeringan di Kabupaten Indramayu mencapai 12.358 hektar dari total tanaman padi 83.653 hektar. 

Dalam hal ini, Hammam menyampaikan, pihaknya akan berkoordinasi dengan BNPB dan Pemda setempat untuk menindaklanjuti permohonan tersebut. “BPPT tetap mengapresiasi para stakeholder yang telah menghubungi BPPT untuk meminta TMC pada musim kemarau ini,” ujarnya. 

Kepala BBTMC Tri Handoko Seto mengatakan, pihaknya sejak awal tahun saat curah hujan masih tinggi sudah mengimbau institusi, baik pemerintah maupun swasta untuk bersama-sama mengantisipasi musim kemarau dengan melakukan TMC pada masa transisi dari musim hujan ke musim kemarau. 

“Sebenarnya kami sejak awal tahun ketika curah hujan masih tinggi, sudah bergerilya ke beberapa institusi baik pemerintah maupun swasta untuk bersama-sama mengantisipasi musim kemarau dengan melakukan TMC pada masa transisi dari musim hujan ke musim kemarau,” ujarnya. 

Jika TMC antisipasi kekeringan dilakukan tepat waktu sebelum masuk musim kemarau, kata Tri Handoko Seto, maka hasilnya akan sangat efektif dan efisien. “Kami ingin meniru cara Thailand dengan memastikan semua waduk dan danau terisi penuh ketika menjelang musim kemarau sehingga persediaan air bisa dimanfaatkan selama musim kemarau. Namun kenyataannya,  presepsi TMC di masyarakat luas dan pemangku kepentingan, belum terbentuk dengan baik,” papar Seto.  

Jon Arifian, Kepala Bagian Umum BBTMC mengungkapkan sebenarnya sudah ada kontrak kerja antara BBTMC dan pengelola DAS Citarum. Mekanisme pembiayaan TMC di tiap-tiap provinsi sudah diatur dalam PP No.51/2018 tentang Jenis dan Tarif atas jenis PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang berlaku pada BPPT. 

Namun apabila kondisi ini telah  menjadi perhatian nasional, kata Jon Arifian, maka mekanisme darurat bencana (kekeringan) dapat ditetapkan, sehingga instansi terkait seperti BNPB bisa menggunakan instrumen darurat untuk pelaksanaan TMC. “Walaupun potensi kecil, dengan mekanisme tersebut kami bisa bergerak memanfaatkan peluang dengan status darurat tersebut,” ujarnya. 

Sutrisno, Kabid Pelayanan Teknologi Modifikasi Cuaca BBTMC mengatakan saat ini tengah dibuat kajian untuk dilaksanakan TMC di wilayah-wilayah yang dilaporkan mengalami kekeringan. “TMC akan efektif kalau di daerah target masih banyak peluang akan munculnya awan-awan potensial. Untuk musim transisi munculnya awan potensial masih memungkinkan, tapi untuk puncak kemarau memang akan relatif  sulit untuk ditemukan awan-awan potensial. Kemungkinan hanya ada awan-awan orografis yang berada di lereng-lereng gunung,” ujarnya.

Oleh karena itu, BBTMC, lanjut Sutrisno,  selalu mengimbau kepada pengelola waduk, danau atau embung agar melaksanakan TMC di akhir musim penghujan agar tinggi muka air maksimal. “Sehingga dapat memiliki cadangan air cukup pada periode kemarau untuk keperluan irigasi, pasokan air baku dan lain sebagainya,” pungkasnya.