Kecerdasan Buatan Dikerahkan Periksa Paru-paru Pasien COVID-19

Petugas Palang Merah Dunia menangani korban Virus Corona COVID-19.
Sumber :
Getty Images

Teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dikerahkan untuk membantu dokter memeriksa paru-paru pasien COVID-19. Ini merupakan sebuah terobosan baru yang dilakukan para dokter di kota Wuhan, China, yang menggunakan algoritma kecerdasan buatan untuk memindai paru-paru ribuan pasien COVID-19.

Saat itu, wabah Corona mencapai puncaknya di China. Algoritma yang dikembangkan oleh Axial AI itu menganalisis hasil CT-scan dalam hitungan detik. Sistem itu akan menunjukkan, misalnya, apakah pasien memiliki risiko tinggi terkena pneumonia dari Virus Corona atau tidak. Sebuah konsorsium perusahaan telah mengembangkan AI untuk menghadapi wabah Corona.

UCSD HEALTH
Area berwarna menunjukkan adanya pneumonia.

Para dokter ini mengatakan metode tersebut dapat menunjukkan apakah paru-paru pasien telah membaik atau memburuk dari waktu ke waktu, ketika lebih banyak CT scan dilakukan untuk perbandingan.

Sebuah rumah sakit di Malaysia sekarang sedang menguji coba sistem tersebut dan Axial AI juga menawarkan sistem itu ke layanan kesehatan Inggris, NHS. Di seluruh dunia, teknologi kecerdasan buatan (AI) digunakan dengan cepat sebagai untuk mengatasi pandemi Virus Corona.

Beberapa orang mempertanyakan apakah AI cukup andal, karena bagaimana pun, nyawa orang dipertaruhkan.

BBC telah meminta Departemen Kesehatan dan Perawatan Sosial Inggris (DHSC) untuk mengkonfirmasi apakah sistem Axial AI akan diujicobakan di Inggris, tetapi sejauh ini belum menerima tanggapan.

Hambatannya adalah NHS tidak biasa menggunakan CT-scan untuk melihat paru-paru pasien COVID-19. Rontgen dada lebih sering digunakan sebagai gantinya. Rontgen kurang detail daripada CT scan tetapi lebih cepat cara kerjanya dan ahli radiologi masih dapat mengidentifikasi jika ada pneumonia.

Qure.ai
Hasil Sinar-X dada pasien di Rumah Sakit Royal Bolton secara otomatis diperiksa oleh AI.

Namun, berkat pandemi ini, beberapa rumah sakit Inggris kini menggunakan AI untuk membantu staf medis menginterpretasi hasil Sinar-X dada dengan lebih cepat. Misalnya, staf di Rumah Sakit Royal Bolton, menggunakan AI untuk memeriksa lebih dari 11 ribu Sinar-X dada, termasuk sekitar 500 kasus COVID-19 yang dikonfirmasi.

Sistem ini telah digunakan di rumah sakit selama sekitar satu minggu, kata Rizwan Malik, seorang konsultan radiologi di rumah sakit. Ia memperkirakan hasil pemindaian rontgen paru-paru lebih dari 100 pasien akan dianalisis oleh sistem.

Dalam hal ini, algoritma dirancang untuk mencari tanda-tanda Covid-19, seperti pola Ground Glass Opacity di paru-paru. "Pada dasarnya sistem ini memberi dokter alat lain untuk membantu mereka membuat keputusan - misalnya, pasien mana yang harus mereka rawat atau yang boleh pulang," kata Dr Malik.

Ia menambahkan data pasien diproses seluruhnya dalam sistem rumah sakit itu sendiri. Perangkat lunak itu dikembangkan oleh Qure.ai yang berbasis di Mumbai, India. Dr Malik mengatakan sistem tersebut telah melalui pemeriksaan sebelum digunakan di rumah sakitnya.

Kecerdasan buatan membantu tenaga medis membuat keputusan," kata konsultan radiologi Rizwan Malik.

BBC mendapat informasi dua rumah sakit di Inggris sudah menggunakan alat yang berbeda untuk mendeteksi kelainan pada hasil rontgen paru-paru. Seorang juru bicara untuk Behold.ai, yang mengembangkan sistem AI, tidak menyebutkan nama rumah sakit itu.

Namun, dia mengatakan perangkat lunak itu sejauh ini sudah digunakan untuk menganalisis hasil pemindaian paru-paru 147 pasien dengan dugaan COVID-19. Alat itu dengan benar mengklasifikasikan hasil pemindaian sebagai "normal" atau "abnormal" di lebih dari 90 persen kasus.

BBC

GEJALA dan PENANGANAN: Covid-19: Demam dan batuk kering terus menerus

PETA dan INFOGRAFIS: Gambaran pasien yang terinfeksi, meninggal dan sembuh di Indonesia dan dunia

VAKSIN: Seberapa cepat vaksin Covid-19 tersedia?

IKUTI LAPORAN KHUSUS TERKAIT VIRUS CORONA


Merawat pasien dengan penyakit paru-paru parah yang disebabkan Covid-19 bisa sangat menyusahkan, kata Dr. Thomas Daniels, spesialis pernapasan di University Hospital Southampton.

Dia dan rekan-rekannya belum menggunakan algoritma AI untuk menganalisis Sinar-X paru-paru pasien Covid-19.

Namun, ia mengatakan, suatu sistem yang secara otomatis dapat menginterpretasikan pemindaian akan sangat berguna untuk para dokter.

"Ahli radiologi sering kali membutuhkan waktu berjam-jam atau kadang-kadang bahkan berhari-hari untuk memeriksa pemindaian dan menulis laporan tentang itu," katanya.

"Mungkin algoritma AI bisa menghasilkan skor yang menentukan kemungkinan seseorang menderita Covid-19. Itu jelas akan jauh lebih cepat daripada menunggu laporan radiologis."

Thomas Daniels
Merawat pasien dengan penyakit paru-paru parah yang disebabkan Covid-19 bisa sangat menyusahkan, kata Dr. Thomas Daniels, spesialis pernapasan di University Hospital Southampton.

Namun, ia mengatakan dalam pandangannya, alat-alat tersebut harus diuji dengan benar melalui uji coba secara acak - misalnya, beberapa hasil sinar-X pasien dianalisis dengan algoritma dan yang lain yang tidak. Data itu dapat menunjukkan apakah menggunakan AI membuat perbedaan besar di rumah sakit.

Di tempat lain di dunia, AI juga sudah digunakan

Dr Christopher Longhurst mengatakan rumah sakitnya, Universitas Kesehatan California San Diego (UCSD), sedang menguji coba perangkat lunak yang dirancang untuk menemukan pneumonia pada hasil rontgen dada.

"Sangat penting bagi kami untuk secara ketat menganalisis hasil dan data," katanya.

Algoritma yang menginterpretasikan citra X-ray dapat digunakan oleh dokter dalam berbagai cara. Hasil itu bisa berpengaruh pada keputusan dokter tentang apa yang harus mereka lakukan pada pasien.

Namun, perlu dicatat American College of Radiology telah merekomendasikan petugas kesehatan tidak mengandalkan hasil pemindaian dada untuk mendiagnosis COVID-19.

Namun, algoritma bisa tetap berperan. Di UCSD, alat yang dirujuk oleh Dr Longhurst memberi peringatan dini terkait adanya kasus pneumonia awal pada pasien yang menjalani rontgen dada.

Pasien itu kemudian diuji untuk COVID-19 dan hasilnya kembali positif.

Luke Oaken-Rayner, ahli radiologi dan kandidat PhD di University of Adelaide, mengatakan masih ada masalah dalam menggunakan kecerdasan buatan untuk membantu membuat keputusan tentang bagaimana cara merawat pasien positif Virus Corona.

Ia menjelaskan lebih lanjut, hingga kini belum ada cara yang diterima secara universal terkait cara menangani kasus yang parah, seperti paru-paru yang terpapar COVID-19.

Meski begitu, kecerdasan buatan mungkin memberi dokter gambaran tentang kondisi pasien saat ini tetapi tidak selalu membantu dokter membuat keputusan. Selain itu, ada kemungkinan sistem AI yang baru diadopsi bisa membuat kesalahan, ujarnya.

Bagaimana jika seorang dokter yang tidak berpengalaman bertindak sesuai informasi yang salah dan menyebabkan bahaya? "Ini risiko potensial yang sangat serius," kata Dr Oaken-Rayner.

Menurutnya, meski rumah sakit harus diberi kebebasan untuk mencoba teknologi baru, seperti kecerdasan buatan, tapi dirinya akan berhati-hati mengandalkan sistem baru sebelum teruji keandalannya.

Ia menambahkan yang benar-benar dibutuhkan adalah hasil uji coba acak seperti yang disarankan oleh Dr Daniels.