PPLH IPB University: Pencemaran Waduk di DKI Jakarta Dominan Limbah Rumah Tangga

Tim Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB University
Sumber :
  • Biro Komunikasi IPB University

VIVA Edukasi – Kotamadya Jakarta Barat dan Jakarta Utara menduduki peringkat terburuk dalam hal kualitas air situ/waduk di DKI Jakarta. Hal ini terungkap pada saat presentasi laporan akhir kegiatan Pemantauan Kualitas Air Situ/Waduk di DKI Jakarta, beberapa waktu lalu.

Kegiatan ini diinisiasi oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta bekerja sama dengan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB University. Pengambilan data dilakukan terhadap 61 situ/waduk dengan 176 titik pantau yang terealisasi, tersebar di seluruh kotamadya (Jakarta Barat, Timur, Selatan, Utara dan Pusat) se-DKI Jakarta.

Tim Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB University

Photo :
  • Biro Komunikasi IPB University


“Pengamatan dilakukan selama dua periode (semester) yang mewakili musim kemarau (intensitas hujan rendah) dan musim basah (intensitas hujan tinggi). Penilaian kualitas air mengacu pada perhitungan indeks pencemaran (IP) kualitas air yang memuat komponen parameter fisika, kimia dan biologi perairan. Metode penilaian ini mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup (Kepmen LH) 115 tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air,” ujar Dr Zaenal Abidin selaku Ketua Tim Peneliti PPLH IPB University dalam keterangannya yang diterima VIVA, Jakarta, Rabu (4/1).

Menurutnya, di Jakarta Barat, pada semester 1 tahun 2022 sebanyak 59,5 persen situ/waduk mengalami keadaan cemar berat, sisanya dalam kondisi cemar ringan (24,3 persen) hingga sedang (16,2 persen). Pada semester 2, cemar berat ditemukan 54,1 persen, sisanya baik cemar ringan maupun sedang masing masing 16,2 persen dan 29,7 persen.

“Di Jakarta Utara, pada periode 1, keadaan cemar berat mencapai 42 persen sisanya mengalami cemar ringan (19,5 persen) hingga sedang (19,5 persen). Pada periode 2, keadaan cemar berat menurun menjadi 48,8 persen, cemar ringan 31,7 persen dan cemar sedang 19,5 persen. Jumlah kejadian cemar berat berkurang, diduga karena adanya aktivitas pengenceran bahan pencemar oleh hujan pada badan air,” terangnya.    

Tim Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB University

Photo :
  • Biro Komunikasi IPB University


Menurut Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB University ini, baik pada Jakarta Barat maupun Jakarta Utara memiliki kawasan pemukiman yang padat penduduk. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian, di mana bahwa sumber bahan pencemar dominan berasal dari limbah rumah tangga.

“Hal ini dilihat dari banyaknya saluran buangan rumah tangga yang mengarah ke saluran inlet (saluran air masuk) situ/waduk atau yang bahkan langsung masuk ke dalam badan air. Bahan pencemar berasal dari air cuci, mandi, dapur dan kakus dari warga setempat,” jelasnya.

Secara keseluruhan, imbuhnya, untuk di wilayah DKI Jakarta pada pemantauan periode 1 tahun 2022 jumlah titik pemantauan situ/waduk yang mengalami cemar berat mencapai 49 persen. Dengan kondisi cemar ringan dan cemar sedang masing masing 27 persen dan 24 persen.

Pada periode 2 tahun 2022 jumlah titik pemantauan yang mengalami cemar berat mencapai 45 persen dengan kondisi titik pemantauan yang mengalami cemar ringan 25 persen dan cemar sedang 30 persen.

Sementara itu, menurut Riski Meidiza, selaku koordinator pelaksana teknis pemantauan, beberapa penyekat limbah padat dan sampah pada saluran inlet situ/waduk ditemukan ada beberapa yang mengalami kerusakan. Selain itu, keberadaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal yang berfungsi mengurangi beban pencemar limbah yang masuk ke badan air juga terbatas.

“Hanya ada beberapa IPAL Komunal, contohnya, yang kami temukan di Situ Babakan dan Waduk Kampung Rambutan. Beberapa sekatan di inlet juga ada beberapa yang rusak,” jelas Riski.

Di tengah himpitan tekanan ekologis berupa beban pencemaran dari limbah rumah tangga yang dominan, Kepala PPLH IPB University Dr Yudi Setiawan mengatakan bahwa masih dapat ditemukan keanekaragaman hayati sekitar situ/waduk yang diamati. Dosen pada Jurusan Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB University ini juga menyampaikan beberapa warga masih ada yang memanfaatkan situ/waduk sebagai lokasi untuk memancing.

“Ikan yang diperoleh biasanya dari jenis Ikan Nila (Oreochromis niloticus), Mujair (Oreochromis mozambicus). Terkadang masih ditemukan ikan lokal seperti Gabus (Channa striata), Betok (Anabas testudineus) dan Ikan Sepat (Trichogaster sp). Beberapa hewan air lain yang teramati adalah Ular Sanca (Pythonidae), Biawak (Varanus), Labi Labi (Chitra indica), dan Kura Kura (Testudines),” rincinya.

Kegiatan ini dihadiri oleh tim internal DLH DKI Jakarta dan PPLH IPB University. Hadir juga perwakilan dari Direktorat Pengendalian Pencemaran Air-Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan-Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, Direktorat Sungai dan Pantai-Ditjen Sumber Daya Air-Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI, Dinas Sumberdaya Air DKI Jakarta, Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta, Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta, Biro Pembangunan dan Lingkungan Hidup Setda DKI Jakarta, Sudin Lingkungan Hidup se-DKI Jakarta, Bidang Tata Lingkungan dan Kebersihan, UPK Badan Air DKI Jakarta, dan Pusat Penelitian Limnologi-Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).