Setelah Menikah, Banyak Wanita Lupakan Cita-cita

Ilustrasi ibu dan bayi.
Sumber :
  • Pixabay/PublicDomainPictures

VIVA.co.id – Dilema antara memilih bekerja atau menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya, merupakan isu klasik yang terus dihadapi wanita ketika memasuki kehidupan pernikahan. Menurut psikolog Ratih Ibrahim, masalah ini tidak hanya melanda wanita Indonesia saja, tapi juga dialami oleh wanita di seluruh dunia.

"Faktanya, ibu kerap lupa kepentingan sendiri ketika sudah berumah tangga. Ini sudah menjadi karakteristik wanita yang akan mendedikasikan seluruh hidupnya untuk orang yang dicintai," ujar Ratih saat ditemui VIVA.co.id di Jakarta belum lama ini.

Saking berdedikasinya, lanjut Ratih, ketika seorang wanita memiliki waktu ekstra atau kesempatan untuk bisa mengeksplorasi passion-nya, justru muncul guilty feeling atau perasaan bersalah.

Padahal, setiap orang memiliki hak untuk bisa mewujudkan apa yang dicita-citakannya. Hal ini seperti yang ada dalam teori Maslow, di mana aktualisasi diri menempati urutan tertinggi dalam kebutuhan manusia.

Urutan paling bawah adalah sandang, pangan, dan papan. Kalau itu sudah terpenuhi, kebutuhan di atasnya adalah keamanan. Kemudian kebutuhan menjadi bagian dari komunitas, dan menanjak lagi menjadi kebutuhan untuk punya harga diri, dihargai atas kapabilitas atau kompetensinya.

"Yang paling tinggi adalah aktualisasi diri, bagaimana kita memahami tentang apa yang menjadi potensi kita dan secara sadar mengoptimalkannya," jelas Ratih.

Bagi ibu-ibu rumah tangga pun aktualisasi bisa tetap diwujudkan, caranya adalah dengan menginvestasikan sedikit waktunya secara rutin setiap hari. Artinya, ada waktu yang selama ini dihabiskan untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat dan berkaitan dengan passion-nya, seperti berbisnis kue, pakaian, kerajinan tangan dan lain-lain.