Benarkah Lapar Bikin Orang Lebih Galak?

Ilustrasi marah
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Sebagian besar orang, mungkin sudah tidak asing dengan istilah 'lo galak kalau lagi lapar'. Ternyata istilah itu nyata. Meskipun banyak yang menganggap bahwa itu hanyalah sebuah istilah slank yang digunakan, para ilmuwan sekarang telah menegaskan bahwa 'hangry' sebenarnya adalah emosi yang nyata.

Para peneliti di University of Guelph telah menemukan bahwa perasaan marah ketika lapar terjadi karena penurunan kadar glukosa yang tiba-tiba, atau hipoglikemia.

"Kami menemukan bukti bahwa perubahan kadar glukosa dapat memiliki efek jangka panjang pada suasana hati," kata Prof Francesco Leri, departemen psikologi.

Awalnya, Leri skeptis pada orang yang mengaku emosi ketika tidak makan, tapi ia kini  percaya. Hipoglikemia adalah penekan fisiologis dan psikologis yang kuat. Diterbitkan dalam jurnal Psychopharmacology, penelitian ini meneliti dampak penurunan glukosa mendadak pada perilaku emosional tikus.

Tikus-tikus disuntik dengan penghambat metabolisme glukosa yang menyebabkan mereka mengalami hipoglikemia, dan kemudian ditempatkan di ruangan tertentu. Pada kesempatan terpisah, mereka diberi suntikan air dan ditempatkan di ruangan yang berbeda.

Ketika diberikan pilihan ruangan mana untuk masuk kembali, mayoritas tikus aktif menghindari ruangan tempat mereka mengalami hipoglikemia.

"Perilaku penghindaran jenis ini adalah ekspresi stres dan kecemasan. Para hewan menghindari ruangan itu karena mereka memiliki pengalaman yang menegangkan di sana. Mereka tidak ingin mengalaminya lagi,"kata Leri.

Para peneliti menguji kadar darah tikus setelah mengalami hipoglikemia dan menemukan lebih banyak kortikosteron, indikator stres fisiologis. Ini mendukung gagasan bahwa hewan mengalami stres dan depresi ketika mereka hipoglikemik.

Namun, setelah mengonsumsi makanan, tim percaya bahwa suasana hati Anda secara keseluruhan bisa terpengaruh jika melewatkan makan menjadi kebiasaan.

Setelah menetapkan hipoglikemia berkontribusi pada suasana hati yang buruk, para peneliti berencana untuk menentukan apakah kronis, kasus jangka panjang meningkatkan risiko perilaku seperti depresi.

"Suasana hati yang buruk dan pola makan yang buruk dapat menjadi lingkaran setan jika seseorang tidak makan dengan benar, mereka dapat mengalami penurunan mood, dan penurunan mood ini dapat membuat mereka tidak ingin makan," kata mahasiswa PhD Thomas Horman, yang memimpin penelitian.

“Jika seseorang terus-menerus kehilangan makanan dan terus-menerus mengalami stressor ini, responsnya dapat mempengaruhi keadaan emosional mereka pada tingkat yang lebih konstan."