Selain Pengaruhi Hormon, Efek Samping Kebiri Kimia Juga Mengerikan

Ilustrasi vaksin atau jarum suntik.
Sumber :
  • Pixabay/PhotoLizM

VIVA – Hukuman kebiri baru-baru ini kembali ramai dibahas. setelah  seorang pemuda berusia 20 tahun untuk pertama kalinya dijatuhi pidana berupa kebiri kimia. Hal ini menimbulkan kontroversi pada sejumlah pihak.

Ada yang mendukung dan tidak. seperti salah satunya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise mendukung keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto yang menjatuhkan hukuman pidana kebiri. Tapi, adakah efek samping dari kebiri kimia yang diberikan.

Dalam jurnal berjudul Chemical Castration for Sexual Offenders: Physicians' Views, disebutkan bahwa kebiri kimia mungkin memiliki efek samping yang serius.  

Obat-obatan seperti medroksiprogesteron asetat, siproteron asetat, dan agonis LHRH, ketika diberikan untuk pengebirian kimia, dapat menyebabkan penurunan yang signifikan tidak hanya pada testosteron serum tetapi juga dalam estradiol. 

Baca juga: 5 Fakta Kebiri Kimia, Hukuman untuk Predator Seks di Mojokerto

Estrogen memainkan peran fisiologis yang penting bahkan pada pria karena mereka memiliki efek menguntungkan pada pertumbuhan tulang dan pematangan tulang, fungsi otak, dan biologi kardiovaskular. Oleh karena itu, pengebirian kimia dikaitkan dengan berbagai efek samping, termasuk osteoporosis, penyakit kardiovaskular, dan gangguan metabolisme glukosa dan lipid.

Selain itu depresi, hot flashes, infertilitas, dan anemia juga dapat terjadi sebagai efek samping dari kebiri kimia. Meski demikian, pengibirian kimia juga kerap mengalami perdebatan karena aalasan sosial dan medis. 

Dari segi sosial pengebirian bahan kimia mungkin tidak menjamin hak asasi manusia untuk kasus-kasus tidak sukarela yang dilakukan tanpa persetujuan dari pelaku pelecehan seksual, dan dengan demikian dapat dianggap hanya sebagai hukuman dan bukan perlakuan.

Sebagai informasi, Hukuman kebiri kimia kepada Aris ini merupakan eksekusi pertama yang akan dilakukan di Indonesia. Karena itu, untuk melakukannya pun ternyata masih mengalami kendala. Hal tersebut seperti diakui Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Richard Marpaung.