Kaleidoskop Kesehatan 2019, KLB Hepatitis A hingga Iuran BPJS Naik

Ilustrasi BPJS Kesehatan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

VIVA – Isu kesehatan tak pernah lepas kaitannya dengan kehidupan masyarakat dunia termasuk Indonesia. Kasus hepatitis A hingga kenaikan iuran BPJS menjadi isu hangat di Indonesia tahun 2019 ini.

Dimulai dari pemberhentian kerja sama oleh BPJS dan Rumah Sakit di awal tahun. Berlanjut kasus hepatitis A, kematian selebriti, hingga ditutup oleh kenaikan iuran BPJS. Berikut deretan isu hangat kesehatan sepanjang tahun 2019 yang berhasil VIVA rangkum, Selasa 24 Desember 2019

BPJS Hentikan Kerja Sama dengan Beberapa RS

Sempat diberitakan bahwa beberapa rumah sakit di Tanah Air sudah tidak lagi menerima pasien JKN terkait dengan peraturan baru dari Kementerian Kesehatan RI. Meski begitu, pihak BPJS menepis hal tersebut disebabkan adanya defisit anggaran melainkan penyeleksian akreditasi rumah sakit untuk meningkatkan pelayanan.

Sekretaris Jenderal Kemenkes RI, Oscar Primadi menegaskan agar masyarakat khususnya peserta JKN tidak perlu resah dengan informasi tentang terhentinya kerja sama BPJS Kesehatan dengan beberapa rumah sakit. Masyarakat tetap akan mendapat pelayanan seperti biasa.

Oscar menyatakan bahwa Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan surat rekomendasi kepada BPJS Kesehatan untuk memperpanjang kontrak dengan rumah sakit-rumah sakit yang bekerja sama. Surat tersebut tertuang dalam Surat Menteri Kesehatan Nomor HK.03.01/Menkes/18/2019 yang dikeluarkan pada tanggal 4 Januari 2019.

Dalam surat tersebut mengharapkan semua rumah sakit yang sebelumnya menghentikan pelayanan terkait BPJS Kesehatan, sudah mulai lagi melakukan pelayanan pada pasien JKN. Dengan rekomendasi tersebut, semua RS yang sudah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan tanpa terkecuali tetap bisa melakukan pelayanan.

BPJS Tagih Akreditsi RS untuk Pelayanan Cuci Darah

BPJS Kesehatan baru-baru ini memutus kontrak beberapa rumah sakit di Jakarta. Tak tanggung-tanggung, sebanyak 13 rumah sakit harus putus kontrak sementara dalam memberikan pelayanan kesehatan ke pasien BPJS.

13 RS tersebut antara lain RSUD Johar Baru, RS dr Suyoto, RSUD Mampang Prapatan, RSUD Jagakarsa, RSUD Pesanggrahan, RS Bhayangkara Tingkat 1 R. Said Sukamto, RSUD Kramat Jati, RSUD Kalideres, RSUD Pademangan, RS Kramat 128, RSIA Andhika, RS Siloam Asri, dan RS Cinta Kasih Tzu Chi.

Beberapa di antaranya adalah RS penyelenggara unit hemodialisa (cuci darah) bagi pasien gagal ginjal kronis. Dikatakan Kepala Humas BPJS Kesehatan, M Iqbal Anas Ma'ruf kepada VIVA, pasien masih bisa melakukan perawatan cuci darah di RS yang masih bekerja sama dengan BPJS.

"Pasien kan bisa menggunakan RS yang masih bekerja sama. Untuk cuci darah tentu kami berhati-hati supaya pelayanan tetap bisa diberikan," ujar Iqbal kepada VIVA.

Adapun pemutusan kontrak kerjasama tersebut harus dilakukan oleh BPJS kesehatan. Iqbal menegaskan bahwa hal itu dilakukan untuk menjaga standar pelayanan kesehatan dari tiap RS yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

"Pemutusan kerja sama bpjs kesehatan dengan RS ini merupakan upaya BPJS Kesehatan memastikan pelayanan kesehatan kepada peserta JKN-KIS mendapatkan kualitas layanan kesehatan yang terstandar. Demi keselamatan pasien dan tenaga kesehatan yang melayani pasien," ungkapnya.

Namun, Iqbal tak menampik jika kontrak kerja sama dapat dilakukan kembali jika akreditasi dari 13 RS tersebut sudah diperbaharui.

"Ada beberapa yang datanya sudah akreditasi, contoh Siloam asri baru 2 Mei diuplod di website KARS," terangnya.

Kematian Anggota KPPS

Kematian anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di tahun 2019 ini sudah mencapai lebih dari 500 jiwa. Sebagai bentuk antisipasi terjadinya masalah kesehatan kembali pasca pemilu, terutama saat penghitungan suara, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI membentuk tim kesehatan pasca Pemilu 2019.

Tim kesehatan tersebut disiagakan di tingkat provinsi dan pusat. Baik di tingkat provinsi maupun pusat, tenaga kesehatan akan siaga dalam 3 shift dengan jumlah minimal 3-4 personel pershiftnya mulai tanggal 6/7 Mei hingga 25 Mei 2019.

Tenaga kesehatan itu terdiri dari dokter umum, spesialis penyakit dalam, spesialis jantung dan pembuluh darah, perawat, serta untuk tingkat pusat dilengkapi spesialis anestes. Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek berharap tidak ada lagi tambahan kasus kematian pada Pemilu kali ini.

“Semoga dengan disiagakan tim kesehatan dapat mencegah hal yang tidak diinginkan,” katanya usai rapat koordinasi dengan KPU pusat, dikutip dari siaran pers Kemenkes RI.

Posko kesehatan berada di KPU tingkat provinsi yang di bawah tanggung jawab dinas kesehatan setempat, sementara posko kesehatan di kantor KPU pusat di bawah tanggung jawab Kemenkes. Mengenai jumlah posko tergantung kebutuhan di lapangan.

Ricuh Pasca Pemilu, Ini Bahaya Terpapar Gas Air Mata

Kericuhan pasca pemilu sejak Rabu dini hari tadi diwarnai berbagai aksi hingga adanya paparan gas air mata oleh petugas keamanan. Kandungan berbagai bahan kimia di dalam gas air mata dapat memicu iritasi pada mata, kulit, hingga paru-paru.

Pusat Pengendalian dan Penanganan Penyakit dari Amerika Serikat mengatakan bahwa gas air mata tak hanya mengiritasi mata namun juga hingga ke paru-paru. Serta berdampak pada sulitnya seseorang kembali aktif bergerak dan beraktivitas seperti sedia kala.

Dikutip dari laman self, Adapun komponen pada gas air mata atau substansi lachrymator ini paling banyak mencakup agen CS (chlorobenzylidenemalononitrile) dan agen CN (chloroacetophenone). Sementara itu, agen OC (oleoresin capsicum) juga dikenal sebagai semprotan PAVA, yang memicu rasa perih atau biasa disebut semprotan lada.

Agen OC dan PAVA ini bekerja memicu rasa sakit dan membuat suhu tubuh berubah. Bahkan, kadar yang sedikit dapat mempenetrasi kulit dan memasuki membran di tubuh untuk kemudian memicu rasa sakit yang sangat besar dalam waktu hingga setengah jam.

"Dampak dari paparan gas air mata sangat tidak baik untuk kesehatan dan konsekuensi yang sangat berat bagi tubuh," ungkap peneliti medis, Rohini J. Haar, M.D., M.P.H.,.

Dilanjutkannya, dampak lainnya yang begitu terasa yaitu membuat kulit terasa seperti terbakar. Saat bernafas dan tak sengaja menghirupnya juga, dapat melukai sistem pernafasan hingga paru-paru. Dampak kesehatan lainnya yang lebih parah yaitu cedera paru-paru permanen, kulit yang terbakar hingga radang di sistem pernafasan yang berdampak selama berminggu-minggu lamanya. Pada kasus lebih parah, bagian tulang kepala dan punggung dapat terjadi cedera.

KLB Hepatitis A di Pacitan dan Trenggalek

Kadinkes Provinsi Jatim Kohar Hari Santoso mengungkapkan ada temuan kasus hepatitis A di Kabupaten Trenggalek. Jumlah kasus dilaporkan ada 190 pasien dengan yang dirawat sebanyak 2 pasien. Sementara, Total kasus Hepatitis A di Pacitan ada 1110 pasien dan yang pernah dirawat inap sebanyak 347.

Dikutip dari siaran pers Kemenkes RI, meski jumlahnya tidak setinggi yang di Pacitan, namun daerah yang terdampak sangat berdekatan. Jika dilihat secara epidemiologi agaknya satu kesatuan karena memang teritorialnya berdekatan dan sequen waktunya sama khususnya dalam lonjakan waktu kejadian. Kemudian ada interaksi antar masyarakat.

Sebaran pasien hepatitis A paling banyak di Kecamatan Sukorejo, Sudimoro dan Ngadirojo kemudian Wonokarto. Ada sedikit di Kecamatan Ketrowonojoyo. Menurut Kadinkes, jika melihat dari odd ratio (OR), salah satu aktifitas yang terbukti berisiko terjadi penularan adalah makan bersama atau hajatan. Memang pada saat kejadian terjadinya pada bulan lebaran dimana masyarakat saling berbagi makanan kemudian waktu puasa ada kebiasaan di Pacitan minum janggelan.

Bunuh Diri para Selebriti

Goo Hara ditemukan meninggal dunia pada 24 November di Korea Selatan akibat bunuh diri. Hal ini diduga kuat disebabkan oleh riwayat depresinya, di mana diketahui ia pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya.

Tak hanya Goo Hara, artis K-pop lain pun mengalami depresi. Sebut saja Almarhum Sulli mantan anggota girlband f(X) yang kematiannya juga akibat bunuh diri dan kasus ini cukup menghebohkan 
menghebohkan dunia hiburan beberapa bulan lalu. Depresi juga kerap dialami oleh Taeyeon anggota girlband SNSD. Lalu apa sebenarnya penyebab depresi pada selebriti? Benarkah ketenaran rentan membuat seseorang depresi?

Psikologi klinis, Candice Lam Yue-tung, menuturkan bahwa beberapa selebriti rentan mengalami depresi dan gangguan bipolar akibat sorotan media. Hal ini diungkapkannya karena sebagian besar pasiennya merupakan selebriti dan CEO sebuah perusahaan yang mengalami masalah pada mental.

"Keadaan mereka lebih tertekan dibandingkan orang biasa, pasienku cenderung mengalami masalah mental seperti serangan panik, insomnia, gangguan makan, dan keinginan bunuh diri," kata dia dikutip dari laman SCMP.

Menurutnya, hubungan dengan orang terdekat cenderung sulit dibangun bagi para figur publik. Dukungan dari orang terdekat pun cenderung lebih lemah dibanding orang-orang yang tidak berada dengan karier sebagai selebriti.

Tak hanya itu, berada di dalam sorotan media membuat para selebriti rentan membandingkan dirinya dengan orang yang lebih sempurna. Hal ini membuat keinginan yang kuat untuk banyak merubah sesuatu di tubuhnya namun memicu depresi kian meninggi.

Iuran BPJS Resmi Naik 2 Kali Lipat Januari 2020

Polemik kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan masih terus berlangsung. Tak sedikit sikap penolakan yang dilakukan oleh masyarakat yang merasa keberatan.

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan hampir dua kali lipat dari angka sebelumnya. Menurut Kepala Humas BPJS Kesehatan, M. Iqbal Anas Ma'ruf, kenaikan tersebut sebagai bentuk penyesuaian untuk mengatasi ketimpangan biaya yang kerap menjadi permasalahan.

"Program JKN sudah tahun keenam dan iuran belom ikuti mengikuti itungan ideal. Ada 100 persen peserta membayar rutin tidak tercukupi kebutuhan itu. Program ini kan keliatan ada ketimpangan pembiayaan," ujar Iqbal dalam diskusi media di kawasan MH. Thamrin, Jakarta, Sabtu 2 November 2019.

Lebih lanjut, Iqbal mengatakan bahwa kenaikan iuran ini juga sebagai bentuk pengingat bagi semua pihak bahwa kontribusinya sangat penting. Sebab, BPJS Kesehatan dapat terus berlangsung dengan adanya pembiayaan dari iuran tersebut

KLB Hepatitis A di Depok

Kementerian Kesehatan RI mengatakan bahwa laporan terbaru kasus hepatitis A di Depok hingga 3 Desember 2019 kemarin sebanyak 262 kasus. Sementara itu, dari angka tersebut, sebanyak 171 orang di Depok positif terinfeksi hepatitis A.

"262 orang sudah tunjukan gejala dan tanda hepatitis A. Sudah lakukan rapid diagnosis test. Terakhir angka yang sudah positif IGM dan IGG adalah 171," ujar Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, dr. Anung Sugihantono, M.Kes.,dalam temu media di Gedung Kemenkes RI, Rabu 3 Desember 2019.

Anung menjelaskan bahwa sejak awal Kemenkes pertama kali menerima laporan kejadian Hepatitis A di Depok tersebut sejak tanggal 21 November. Adapun kejadian tersebut pertama kali terjadi di SMPN 20 Depok.