Melihat Lab Tempat Virus Corona COVID-19 Diperiksa di Indonesia

Lab Badan Litbangkes untuk deteksi virus corona.
Sumber :
  • reporter

VIVA – Kemampuan Pemerintah Indonesia untuk mendeteksi virus corona baru atau COVID-19 sempat diragukan banyak pihak. Bahkan Organisasi Kesehatan Dunia juga menjadi salah satu pihak yang khawatir Indonesia tidak mampu mendeteksi virus tersebut. 

Untuk membuktikan hal tersebut, VIVA berkesempatan untuk melihat langsung Laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes), di Percetakan Negara, Jakarta Pusat. Prosedur pemeriksaan spesimen n (sampel) yang dilakukan di Lab Badan Litbangkes, disebut telah sesuai dengan standar Badan Kesehatan Dunia (WHO). 

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Dr. dr. Vivi Setiawaty, M.Biomed mengatakan pemeriksaan spesimen mengikuti standar WHO dan dikerjakan di Lab Biosafety Level (BSL) 2. 

“Itu sudah ada pedomannya dan semua negara menggunakan BSL 2. Kita tidak keluar dari alur minimal yang ditetapkan WHO,” katanya, Selasa, 11 Februari 2020. 

Prosedur pemeriksaan spesimen di Lab Badan Litbangkes mulai dari Penerimaan Spesimen, Pemeriksaan Spesimen, dan Pelaporan. Saat tiba di Laboratorium Penelitian Penyakit Infeksi Prof Dr Sri Oemijati, VIVA diharuskan untuk menggunakan alat pelindung diri, mulai dari masker, alat penutup kepala, hingga semacam baju bedah. Sepatu yang digunakan pun harus diganti dengan yang telah disediakan. Seluruh alat komunikasi dan juga kamera tidak diizinkan untuk dibawa masuk. 

Pada tahap pertama, VIVA tiba di ruang Penerimaan Spesimen. Sebelumnya, spesimen diambil dari pasien di rumah sakit rujukan kemudian dikirim ke Lab Badan Litbangkes. Spesimen yang diterima Lab Badan Litbangkes tidak cuma 1 spesimen, tapi minimal 3 spesimen dari 1 pasien. 

Kemudian, VIVA masuk ke ruang ekstraksi pada tahap spesimen yang diterima untuk dilakukan pemeriksaan. Pada tahapan ini, spesimen yang diterima Lab Badan Litbangkes diekstraksi untuk diambil RNA-nya. Setelah RNA didapat lalu dicampurkan dengan Reagen untuk pemeriksaan dengan metode Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (PCR).

PCR merupakan pemeriksaan dengan menggunakan teknologi amplifikasi asam nukleat virus, untuk mengetahui ada tidaknya virus / DNA virus, dan untuk mengetahui genotipe virus yang menginfeksi bisa dilakukan sekuensing.

Setelah itu dimasukan ke mesin yang gunanya untuk memperbanyak RNA supaya bisa dibaca oleh spektrofotometer. Hasilnya, akan didapat positive control dengan gambaran kurva sigmoid, sedangkan negative control tidak terbentuk kurva (mendatar saja).

Ini adalah satu quality assurance untuk memastikan apa yang diperiksa itu benar atau tidak, kemudian ada kontrol lainnya. Jadi untuk mengerjakan ini (pemeriksaan spesimen) banyak hal yang harus terpenuhi sebelum menyatakan bahwa sampel yang diperiksa positif atau negatif. 

“Jadi kalau positif, dia (sampel) harus menyerupai dengan positive controlnya. Jadi selama ini spesimen yang diperiksa negatif karena semua datar menyerupai negative controlnya,” kata dr. Vivi.

Setelah itu masuk pada tahap pelaporan, dr. Vivi mengatakan memang ada alur yang harus dilakukan untuk sampai pada palaporan hasil. 

“Kita semua bekerja sesuai pedoman WHO bahwa pengambilan spesimen tidak dilakukan sekali tapi beberapa spesimen pada satu orang pasien,” katanya.