Bisakah Kita Terinfeksi COVID-19 Dua Kali?

BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc
Getty Images

Penelitian baru terhadap orang-orang yang telah terinfeksi dan pulih dari virus corona memperkuat dugaan bahwa kekebalan terhadap virus mungkin berumur pendek.

Para ilmuwan di King`s College London mempelajari cara tubuh melawan virus secara alami dengan memproduksi antibodi, dan seberapa lama ia bertahan dalam minggu-minggu dan bulan-bulan setelah pemulihan.

Hampir semua dari 96 orang yang ambil bagian dalam penelitian ini memiliki antibodi yang terdeteksi, yang dapat menetralkan dan menghentikan virus corona. Tapi kadarnya mulai berkurang selama tiga bulan penelitian.

Bagaimana kita bisa menjadi kebal terhadap virus corona?

Sistem kekebalan tubuh kita adalah pertahanan tubuh melawan infeksi dan ia terdiri dari dua bagian.

Bagian pertama selalu siap dan segera bertindak segera setelah pendatang asing terdeteksi di dalam tubuh. Ini dikenal sebagai respons imun bawaan dan meliputi pelepasan bahan kimia yang menyebabkan peradangan serta sel darah putih yang mampu menghancurkan sel yang terinfeksi.

Namun sistem ini tidak spesifik untuk virus corona. Ia tidak akan belajar dan tidak akan memberi Anda kekebalan terhadap virus corona.

Alih-alih, Anda perlu respons imun adaptif. Ini meliputi sel-sel yang menghasilkan antibodi yang bisa menempel pada virus untuk menghentikannya dan sel-T yang hanya menyerang sel-sel yang terinfeksi virus, yang disebut respons seluler.

Proses tersebut perlu waktu penelitian menunjukkan perlu sekitar 10 hari untuk mulai membuat antibodi yang dapat menyasar virus corona dan semakin sakit si pasien, semakin kuat pula respons imunnya.

Jika respons imun adaptif itu cukup kuat, maka ia bisa meninggalkan memori akan infeksi yang dapat memberikan perlindungan di masa depan.

Tidak diketahui apakah orang yang hanya mengalami gejala ringan, atau tidak bergejala sama sekali, akan mengembangkan respons imun adaptif yang cukup. Pemahaman tentang peran sel-T masih berkembang.

Tapi satu penelitian baru-baru ini menemukan bahwa orang-orang menunjukkan hasil uji negatif untuk antibodi virus corona bisa jadi masih memiliki semacam kekebalan.

Pada setiap orang yang menunjukkan hasil uji positif untuk antibodi, ditemukan dua sel T spesifik yang mengidentifikasi dan menghancurkan sel yang terinfeksi.

Berapa lama kekebalan bertahan?

Memori sistem kekebalan tubuh agak mirip dengan kita, ia bisa mengingat beberapa infeksi dengan jelas, tapi melupakan yang lain.

Campak sangat mudah diingat - satu kali infeksi akan memberikan kekebalan seumur hidup (karena itu vaksin MMR menggunakan versi virus campak yang dilemahkan). Namun, ada banyak lainnya yang mudah dilupakan. Anak-anak bisa mendapatkan RSV (virus pernapasan syncytial) beberapa kali dalam musim dingin yang sama.

Virus corona baru, Sars-CoV-2, belum ada cukup lama untuk mengetahui berapa lama kekebalan bertahan, tapi ada petunjuk dari enam virus corona lainnya yang menginfeksi manusia.

Empat virus menghasilkan gejala flu biasa dan kekebalan terhadapnya berumur pendek. Studi menunjukkan beberapa pasien dapat terinfeksi ulang dalam setahun.

Tapi gejala flu biasa umumnya ringan. Ada dua virus corona yang lebih merepotkan - yang menyebabkan Sindrom Pernapasan Akut Parah (Sars) dan Sindrom Pernapasan Timur Tengah (Mers) - yang antibodi lawannya masih terdeteksi beberapa tahun kemudian.

"Pertanyaannya bukanlah apakah Anda menjadi kebal, tapi seberapa lama," kata Paul Hunter, seorang profesor kedokteran di University of East Anglia.

Ia menambahkan: "Ini hampir pasti tidak akan berlangsung seumur hidup.

"Berdasarkan studi antibodi di Sars, kekebalan mungkin hanya akan bertahan sekitar satu hingga dua tahun, meskipun ini belum diketahui secara pasti."

Namun, bahkan jika Anda tidak sepenuhnya kebal mungkin saja infeksi kedua tidak akan separah yang pertama.

Getty Images
Kekebalan bisa memengaruhi riset tentang vaksin.

Adakah orang yang terinfeksi dua kali?

Ada laporan awal tentang orang-orang yang tampaknya memiliki beberapa infeksi virus corona dalam waktu singkat.

Namun konsensus dari komunitas ilmiah ialah masalahnya ada pada pengujian, dengan para pasien diberi tahu informasi yang keliru bahwa mereka bebas dari virus.

Belum ada yang sengaja diinfeksi ulang dengan virus untuk menguji kekebalan, tapi sepasang kera rhesus sudah.

Mereka diinfeksi dua kali, satu kali untuk membangun respons kekebalan dan kemudian disuntik lagi tiga minggu kemudian. Eksperimen yang sangat terbatas itu menunjukkan mereka tidak mengalami gejala lagi setelah infeksi ulang yang cepat.

Jika saya memiliki antibodi, apakah saya kebal?

Ini tidak dijamin dan itulah sebabnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) gelisah tentang negara-negara yang menggunakan paspor kekebalan sebagai jalan keluar dari penguncian.

Idenya ialah jika Anda lulus tes antibodi maka Anda aman untuk kembali bekerja. Ini akan sangat berarti bagi staf di rumah perawatan atau rumah sakit yang berhubungan dengan mereka yang berisiko mengalami gejala parah.

Tapi meskipun Anda akan menemukan antibodi di hampir setiap pasien, tidak semuanya setara. Antibodi penetral adalah yang menempel pada virus corona dan mampu mencegahnya menginfeksi sel lain. Studi terhadap 175 pasien yang pulih di China menunjukkan 30% pasien memiliki tingkat antibodi penawar yang sangat rendah.

Itulah sebabnya Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan "bahwa kekebalan seluler [bagian lain dari respons adaptif] juga penting untuk pemulihan".

Masalah lain adalah bahwa hanya karena Anda mungkin terlindungi oleh antibodi Anda, Anda bisa tetap membawa virus dan menularkannya kepada orang lain.

Mengapa imunitas penting?

Itu penting karena alasan kesehatan pribadi yang sudah jelas dan menentukan apakah Anda akan mendapatkan COVID-19 beberapa kali dan seberapa sering.

Kekebalan juga akan memengaruhi seberapa mematikan virus itu. Jika orang mempertahankan perlindungan sedikit saja, bahkan yang tidak sempurna, maka itu akan mengurangi bahaya penyakit tersebut.

Memahami kekebalan bisa membantu meringankan karantina jika jelas siapa yang tidak berisiko terkena atau menyebarkan virus.

Jika sangat sulit untuk menghasilkan kekebalan jangka panjang, maka itu bisa membuat vaksin lebih sulit untuk dikembangkan. Atau itu dapat mengubah cara vaksin digunakan apakah akan seumur hidup atau setahun sekali seperti suntikan flu.

Dan lamanya kekebalan bertahan, yang timbul baik melalui infeksi atau imunisasi, akan memberi tahu kita seberapa besar kemungkinan kita bisa menghentikan penyebaran virus.

Ini semua adalah pertanyaan besar yang masih belum terjawab.