Ini Alasan Pasien Positif COVID-19 Kerap Disebut Negatif di Awal Tes

Petugas medis melakukan tes usap (swab test) COVID-19 kepada wartawan di Gor Delta Sidoarjo, Jawa Timur (UMARUL FARUQ/ANTARA FOTO)
Sumber :
  • vstory

VIVA – Tak sedikit kasus, di mana orang-orang yang pada akhirnya dinyatakan positif mengidap virus corona atau COVID-19, harus menjalani beberapa kali tes, karena pada awalnya dinyatakan negatif dari virus ini.

Padahal, negatif palsu di awal pengujian ini tidak hanya berbahaya bagi pasien, tetapi juga berisiko meningkatkan penularan pada orang-orang di sekitarnya.

Dilansir Times of India, saat ini, terdapat tiga tes diagnostik untuk mendeteksi virus corona, yaitu swab test (PCR), tes antigen dan tes antibodi.

Dari ketiganya, tes PCR, dianggap yang paling sensitif dan akurat untuk mendeteksi infeksi aktif di dalam tubuh. Sementara tes antigen cepat atau rapid test, memiliki kemungkinan negatif palsu yang tinggi.

Baca juga: Kisah Pasien Positif Corona: “COVID Ini Musibah, Bukan Aib!”

Jika seseorang dinyatakan positif setelah menjalani rapid test, tes PCR tidak diperlukan untuk memastikan keberadaan partikel virus. Sedangkan tes antibodi, hanya mencari antibodi terhadap virus SARS-CoV-2 dan hanya dapat mengetahui tentang infeksi di masa lalu.

Tes PCR bekerja dengan mengidentifikasi jejak RNA dari virus corona melalui sampel usap yang diambil dari hidung atau tenggorokan seseorang. Namun, negatif palsu dapat terjadi sekitar 30 persen dari waktu tersebut, karena terdapat banyak tahapan selama pengumpulan sampel, di mana kontaminasi dapat menyebabkan kesalahan.

Oleh karena itu, meskipun ini adalah salah satu tes paling sensitif untuk pengujian virus corona, PCR test memiliki sensitivitas atau tingkat keakuratan hanya sekitar 70 persen saat ini. Negatif palsu berarti seseorang yang terinfeksi COVID-19 tidak lolos tes.

Jika sampel usap tidak diambil dengan benar untuk melakukan tes PCR, itu dapat menyebabkan negatif palsu. Jadi, mungkin ada viral load rendah di tenggorokan jika dibandingkan dengan nasofaring.

Oleh karena itu, usapan yang salah dapat menghilangkan partikel virus sama sekali, atau bahkan jika viral load dalam sampel terlalu sedikit, kemungkinan negatif palsu meningkat.

Para dokter dan ahli medis di seluruh dunia berpendapat bahwa jika seorang pasien telah mengembangkan gejala klinis COVID-19 tetapi berulang kali dites negatif, pengobatannya yang terkait dengan COVID-19 harus dimulai.  Jika PCR negatif, CT scan dada atau X-RAY, harus dilakukan pada orang yang bergejala untuk evaluasi lebih lanjut.

Manifestasi apapun (sesak napas, sakit tenggorokan, demam, dan lain-lain). Yang konsisten dengan COVID-19 harus diberikan perawatan yang sama untuk virus corona untuk mencegah penyakit menjadi parah.

Oleh karena itu, jika kamu atau seseorang yang kamu kenal telah mengembangkan gejala virus corona tetapi terus menunjukkan hasil negatif, penting untuk menganggap diri kamu terinfeksi dan mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan.