Gagal Jantung Bisa Diobati dengan Obat Antidiabetes

Ilustrasi doping dalam bentuk obat
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Penelitian yang pernah dilakukan oleh perhimpunan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah di Indonesia melalui data pasien jantung antara 2017 sampai sekarang, menunjukkan, dari sekitar 2000 pasien gagal jantung, penyebab terbanyak adalah hipertensi, penyakit jantung koroner, dan diabetes

Meskipun tidak sebanyak penderita penyakit jantung koroner, namun sebagian besar kasus gagal jantung bersifat permanen dengan angka harapan hidup lebih rendah. Dijelaskan dokter, gagal jantung adalah kondisi di mana fungsi jantung dalam memompa darah sudah tidak maksimal. 

Menurut dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, Dr. Siti Elkana Nauli SpJP, darah yang dipompa tidak mampu lagi mencukupi kebutuhan seluruh jaringan tubuh. Akibatnya pasien mengalami gejala seperti mudah lelah dan sesak napas saat beraktivitas. Berat ringannya gejala tergantung tahapan atau stage gagal jantung.

Baca juga: Penyakit Jantung Koroner Tak Dapat Disembuhkan, Mitos atau Fakta??

Tingkat kesakitan dan kematian pasien gagal jantung sangat tinggi. Kualitas hidupnya pun jauh lebih buruk dibandingkan penyakit jantung lainnya.

"Angka harapan hidupnya selama 5 tahun hanya sekitar 50 persen saja. Untuk pasien rawat inap, angka kematiannya bahkan lebih tinggi lagi, yakni 17-20 persen akan meninggal dalam waktu 30 hari dirawat," jelas dr. Siti.  

Biaya pengobatan dan perawatan pasien gagal jantung sangat tinggi. Salah satu pemicunya, mereka harus dirawat di rumah sakit berulang-ulang, saat gejala memburuk. Maka pengobatan menjadi lebih sulit dan komplikasi semakin banyak, bahkan pasien bisa resisten dengan pengobatan dan akhirnya jatuh pada gagal jantung tahap akhir.

Tujuan terapi gagal jantung adalah menurunkan angka kematian dan memperbaiki kualitas hidup pasien. Terapi standar untuk gagal jantung adalah dengan obat-obatan, pemasangan alat di jantung, dan tranplantasi jantung. Namun untuk dua terapi terakhir,  biayanya sangat tinggi. 

Oleh karena itu, dikembangkannya obat-obatan baru yang terbukti bisa mengurangi angka kesakitan dan kematian pasien gagal jantung tentu sebuah berita yang ditunggu-tunggu. Salah satu penelitian terbaru untuk pengobatan gagal jantung datang dari obat antidiabetes dari golongan SGLT2, yakni Empagliflozin.

Dijelaskan oleh Prof. dr. Ketut Suastika dari FK Udayana Bali, awalnya SGLT2 ini memang obat antidiabetes. Tetapi rupanya dalam perkembangannya, obat ini tidak hanya bermanfaat menurunkan gula darah saja, tetapi ia juga memiliki efek positif lainnya. 

"Obat ini bisa membantu mengeluarkan kelebihan garam melalui ginjal, memperbaiki tekanan darah, dan mengurangi kegemukan, dan banyak efek manfaat lain, termasuk menekan peredangan. Semua itu semua berkontribusi pada perbaikan gejala gagal jantung, baik pada pasien diabetes maupun nondiabetes,” jelas Prof. Suas.

Uji klinis EMPEROR-Reduced Fase III yang diumumkan oleh Boehringer Ingelheim baru-baru ini, menunjukkan ada penurunan kematian akibat kardiovaskular dan penurunan rawat inap karena gagal jantung sebesar 25%, pada penderita gagal jantung dengan dan tanpa diabetes tipe 2 yang diberikan Empagliflozin. 

Saat ini Empagliflozin merupakan Obat Anti Diabetes pertama dengan indikasi kardiovaskular pada pasien dengan diabetes tipe 2, namun belum diindikasikan untuk pengobatan gagal jantung. Hasil uji klinis ini adalah hal baru, sehingga perlu waktu bagi otoritas lokal di Indonesia untuk menyetujui obat tersebut diindikasikan untuk gagal jantung.

Jika pasien memiliki faktor risiko gagal jantung, maka dicegah untuk tidak menjadi gagal jantung dengan memberikan terapi terbaik. 

“Mekanisme gagal jantung itu sangat kompleks melibatkan banyak jalur. Meksipun SGLT2 belum diketahui bisa menghambat (proses terjadinya gagal jantung) dari jalur mana, namun dari penelitian terbukti efeknya sangat positif untuk pasien gagal jantung, baik disertai diabetes maupun tanpa diabetes,” tambah dr. Siti.