Menkes Budi: Hal Penting Ini Harus Dilakukan untuk Transisi ke Endemi
- VIVA.co.id/ Willibrodus
VIVA – Pandemi COVID-19 sedang menuju titik cerah, yaitu menuju era endemi. Dengan penanganan COVID-19 yang semakin terkendali ini, Presiden Joko Widodo pun telah menyampaikan pelonggaran kebijakan terkait masker bahwa beraktivitas di luar ruangan, kini tak wajib memakai masker, kecuali bagi yang sedang batuk pilek.
Namun, proses pelacakan (tracing) masyarakat yang kemungkinan terdeteksi COVID-19, harus tetap berjalan, sehingga penyebaran penyakit ini semakin menurun.
Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin juga mengungkapkan hal terpenting yang harus dilakukan untuk bisa bertransisi ke endemi.
"Saya pernah sampaikan ke teman-teman, bahwa salah satu hal yang paling penting untuk bisa melakukan transisi dari pandemi ke endemi, selain data-data saintifiknya, adalah pemahaman bahwa tanggung jawab kesehatan itu ada di diri masing-masing," kata Menkes Budi dalam keterangannya.
Direktur PT. Jayatunggal Sekarmulia, Michael Rusli, mengatakan, perusahaannya akan terus berkontribusi melakukan proses kemandirian dalam tes COVID-19.
"Kedua alat Juvara self-test dan C-Saliva PCR diproduksi untuk dapat digunakan secara mandiri, tanpa rasa sakit, dan sangat aman digunakan oleh siapapun," ujarnya dalam konferensi pers peluncuran Juvara self-test dan C-Saliva PCR di Jakarta Selatan, baru-baru ini.
Juvara self-test adalah sebuah alat uji kualitatif immunochromatographic assay yang dirancang untuk mendeteksi protein COVID-19 secara mandiri yang dihasilkan oleh virus yang bereplikasi di area hidung (nasal).
Salah satu keunggulan dari produk kesehatan ini adalah stick pengambil sampel cukup di rongga hidung, tidak perlu sampai masuk ke nasofaring sehingga diklaim lebih nyaman. Juvara self-test sudah diuji oleh UNPAD dengan hasil sensitivitas/spesivisitas 100 persen/100 persen.
Sedangkan, C-Saliva merupakan viral transport medium untuk pengambilan spesimen mikrobiologi, transportasi dan penyimpanan sampel air liur untuk dianalisis dengan uji diagnostik berdasarkan asam nukleat.
"Keunggulan C-Saliva antara lain tidak memerlukan persiapan khusus (tidak perlu berpuasa) sebelum pengambilan spesimen, larutan bersifat inactivated untuk mengurangi risiko penularan, lebih aman dalam pengumpulan dan transportasi, aman disimpan dalam suhu ruang selama 7 hari (tidak perlu disimpan dalam pendingin) dengan kualitas tetap terjaga, dan sangat cocok untuk pengambilan spesimen anak kecil," papar Michael.
“C-Saliva memfasilitasi uji diagnostik rutin seperti ekstraksi RNA dan uji PCR. Isi nilai kesesuaian C-Saliva PCR dengan nasofaring dalam kemasan adalah KAPPA 0,66 (sangat kuat) dan NPN 99,42 persen,” terang Divisi Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, dr. Lia Faridah, M.Si.
Michael menambahkan, distribusi Juvara self-test dan C-Saliva ini akan lebih efektif apabila didukung oleh pemerintah, seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
"Sebagai contoh, sekolah-sekolah di Australia membagikan 5 antigen self-test setiap 2-4 minggu kepada para siswanya agar mereka dapat melakukan tes mandiri secara berkala pada waktu yang ditentukan. Apabila ada hasil tes yang positif, maka siswa yang bersangkutan tidak diizinkan masuk sekolah untuk periode waktu tertentu, sehingga dapat menekan potensi penularan penyakit ini," pungkas Michael Rusli.