Penderita Gangguan Pendengaran di Indonesia 9,6 Juta

ilustrasi bayi.
Sumber :
  • Pixabay/woodypino

VIVA.co.id – Gangguan pendengaran di Indonesia merupakan masalah kesehatan yang sangat penting dan membutuhkan perhatian khusus. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 1 dari 1.000 kelahiran bayi di Indonesia mengalami gangguan pendengaran.

Masalah pendengaran ini sangat mengganggu produktivitas dan membuat penderitanya terisolasi dari lingkungan. Pada anak-anak, dampak gangguan pendengaran dapat membatasi masa depannya karena kehilangan kemampuan mendengar dan berbicara sehingga dapat memengaruhi perkembangannya hingga dewasa.

"Prevalensi kasus gangguan pendengaran di Indonesia sebanyak 4,6 persen, dengan estimasi penderita gangguan pendengaran sebanyak 9,6 juta orang. Indonesia mempunyai kasus gangguan pendengaran kedua tertinggi di Asia Tenggara setelah India," ujar Direktur Medik dan Keperawatan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) saat konferensi pers Solusi Gangguan Pendengaran dengan Implan Koklea di RSCM, Jakarta, Selasa, 24 Januari 2017.

Deteksi dini merupakan faktor penting yang harus dilakukan untuk penanganan tepat masalah gangguan pendengaran terutama pada anak-anak. Menurut dr. Tri Juda Airlangga, Sp.THT-KL(K), skrining yang sudah dilakukan sejak bayi baru lahir menjadi salah satu faktor yang menentukan penanganan dini gangguan pendengaran pada anak, terutama mereka yang memiliki risiko tinggi.

"Karena RSCM adalah rumah sakit rujukan pusat, dalam satu hari saya bisa memeriksa 10 pasien. Tapi yang benar-benar sudah mengalami gangguan ada 1-3 pasien dalam satu hari," kata Tri Juda.

Skrining gangguan pendengaran bisa dilakukan pada usia dua tahun. Namun, lanjut Tri Juda, bahkan pada bayi berusia dua hari juga sudah bisa dilakukan skrining. Meski begitu, di RSCM sudah dijalankan program di mana dalam usia satu bulan sudah dilakukan skrining, bila ada kecurigaan dalam usia tiga bulan dipastikan fungsi pendengarannya melalui diagnostik, dan pada usia enam bulan dilakukan tatalaksana yang komprehensif melalui terapi atau alat bantu pendengaran. Namun, bagi anak yang berisiko tinggi disarankan untuk melakukan pemeriksaan secara lengkap.