Thalasemia Masuk dalam Peringkat Lima Penyakit Katastropik

Nurhayati, penderita Thalasemia
Sumber :
  • Eko Suswantoro | Surabaya Post

VIVA.co.id – Thalasemia merupakan penyakit kelainan sel darah merah yang disebabkan berkurang atau tidak dibentuknya bahan pembentuk hemoglobin yang berakibat sel darah merah mudah pecah. Penyakit ini diturunkan dari kedua orang tua, dan bukan merupakan penyakit menular.

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi nasional thalasemia mencapai 1,5 per 1.000 penduduk. Sedangkan berdasarkan data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial pada 2014, terdapat 60.929 kunjungan thalasemia ke rumah sakit.

Jumlah ini terus meningkat di tahun berikutnya yang tercatat ada 108.451 pasien dan naik menjadi 122.474 pasien di 2016. Hal ini pun semakin memberatkan beban biaya negara.

Terdapat delapan provinsi dengan prevalensi thalasemia yang lebih tinggi, pertama adalah Nangroe Aceh Darussalam dengan 13,4 per mil, diikuti oleh Jakarta 12,3 per mil, Sumatera Selatan 5,4 per mil, Gorontalo 3,1 per mil, Kepulauan Riau 3,0 per mil, Nusa Tenggara Barat 2,6 per mil, Maluku 1,9 per mil, dan Papua Barat 2,2 per mil.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, Lily Sulistyowati menyebutkan, karena beban yang besar ini, thalasemia masuk peringkat lima penyakit katastropik di Indonesia.

"Tahun 2014, thalasemia menghabiskan biaya mencapai Rp215 miliar. Pada 2015 meningkat menjadi Rp415 miliar, dan di 2016 menjadi Rp476 miliar," kata Lily saat konferensi pers Hari Thalasemia Sedunia di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Senin 8 Mei 2017.

Karena itulah, kini pemerintah memfokuskan pada upaya promotif dan preventif untuk menekan angka thalasemia. Salah satunya adalah dengan menggalakkan deteksi dini, dan konseling yang dilakukan pada siswa sekolah kelas satu, tujuh, dan sepuluh.