Tak Mau Gemuk? Jangan Makan Terlalu Cepat
- Pexels/rawpixel.com
VIVA – Sebuah studi yang belum lama ini dilakukan menunjukkan, makan dengan perlahan akan menurunkan risiko Anda mengalami obesitas atau menderita sindrom metabolik.
Perlu diketahui, sindrom metabolik sendiri adalah sebuah kondisi yang meliputi tekanan darah dan gula darah yang tinggi, lemak berlebih di sekitar pinggang dan kolesterol tinggi.
Sindrom metabolik juga akan meningkatkan risiko Anda menderita penyakit hati, stroke dan diabetes.
Studi tadi juga mengungkapkan, makan dengan cepat dapat mengakibatkan terjadinya fluktuasi pada gula darah, yang kemudian menyebabkan resistensi insulin. Demikian dilansir dari Metro.co.uk, Jumat, 17 November 2017.
Tahun 2008 lalu, sebuah tim dari Hiroshima University di Jepang melihat 642 pria dan 441 wanita dengan rata-rata usia 51,2 tahun. Tak ada di antara mereka yang mengalami sindrom metabolik.
Mereka dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok orang yang makan perlahan, normal dan cepat. Lima tahun kemudian, peneliti kembali mengamati kondisi para peserta.
Ternyata, mereka yang makan dengan cepat 11,6 persen cenderung lebih berisiko mengalami sindrom metabolik, dibandingkan orang yang makan dengan kecepatan normal (6,5 persen) dan mereka yang makan dengan perlahan (2,3 persen).
Makan cepat juga dikaitkan dengan bertambahnya berat badan, karena tidak ada cukup waktu bagi otak untuk memproses apa yang dikonsumsi tubuh. Semakin lambat Anda makan, semakin sadarlah otak mengenai perut yang semakin lama semakin kenyang karena diisi.
Hal itu lantas membuat Anda akan berhenti makan pada waktu yang tepat, sehingga tak akan merasa kenyang berlebihan.
"Makan dengan perlahan bisa jadi merupakan perubahan gaya hidup yang krusial untuk membantu mencegah sindrom metabolik," kata Takayuki Yamaji, M.D., penulis studi dan kardiologis di Hiroshima University.
Ia juga mengatakan, ketika orang makan dengan cepat, mereka cenderung tidak merasa kenyang dan biasanya akan makan berlebihan.
"Makan dengan cepat juga menyebabkan fluktuasi glukosa menjadi lebih besar, yang mampu memicu resistansi insulin," ucapnya menambahkan