Efek Patah Hati Bisa Sama Buruknya dengan Serangan Jantung

Ilustrasi wanita
Sumber :
  • Pixabay/pexels

VIVA – Sebuah penelitian baru menemukan bahwa stres emosional yang parah bisa memicu kondisi mendadak pada jantung yang memiliki efek sama seperti kerusakan jangka panjang akibat serangan jantung.

Kardiomiopati Takotsubo, atau sindrom patah hati, biasanya dipicu oleh peristiwa hidup yang traumatis seperti kematian.

Selama serangan terjadi, otot jantung akan melemah ke titik di mana otot ini tidak bisa berfungsi secara efektif.

Meski penelitian sebelumnya mengatakan bahwa kerusakan yang ditimbulkan bersifat sementara, tapi para ilmuwan di University of Aberdeen kini menemukan bahwa efeknya bisa menjadi permanen, seperti pada serangan jantung.

Dalam penelitian tersebut, yang didanai oleh British Heart Foundation, tim dokter memeriksa 37 pasien Takotsubo selama periode waktu rata-rata dua tahun, menggunakan scan ultrasound dan MRI.

Mereka kemudian mempresentasikan temuan ini pada American Heart Association Scientific Sessions di California, Amerika Serikat. Para ilmuwan itu mengungkapkan bahwa partisipan mengalami kerusakan yang tidak bisa diobati pada jaringan otot jantung, yang mengakibatkan berkurangnya elastisitas yang mencegah kontraksi penuh pada setiap detak jantung.

Sementara itu, menurut penelitian lainnya yang dilakukan oleh Harvard Medical School, lebih dari 90 persen kasus Takotsubo yang dilaporkan dialami wanita berusia antara 58-75 tahun.

"Takotsubo adalah penyakit yang merusak yang bisa melumpuhkan secara tiba-tiba orang yang sehat," ujar Profesor Jeremy Pearson, rekan direktur medis BHF seperti dikutip dari laman The Independent.

Pearson melanjutkan, para ilmuwan sempat berpikir bahwa efek yang mengancam jiwa ini bersifat sementara, tapi kini mereka melihat efek ini bisa terus memengaruhi orang untuk seumur hidupnya.

Ia juga menambahkan bahwa saat ini tidak ada pengobatan jangka panjang untuk pasien ini karena tenaga medis sebelumnya berpikir semua penderita kondisi ini akan sembuh sepenuhnya.

"Riset baru ini menunjukkan ada efek jangka panjang pada kesehatan jantung, dan menganjurkan kita harus mengobati pasien dengan cara yang sama dengan mereka yang bersiko mengalami gagal jantung," Pearson menyimpulkan.