Lebih Awet, Dalang Ini Pakai Wayang dari Plastik Botol

Jumali dan wayang plastiknya.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dyah Ayu Pitaloka (Malang)
VIVA.co.id - Dalang Jumali (48) punya gaya berbeda dalam membawakan lakon wayang. Dia tidak menggunakan piranti wayang dari kulit sapi ataupun kambing. Pria kelahiran Kepanjen Kabupaten Malang itu, memilih menggunakan wayang dari plastik daur ulang bekas botol mineral yang transparan. 

Media plastik menurutnya sesuai dengan filosofi wayang yang menggunakan kulit agar awet dan bertahan lama. Saat ini, bahan limbah plastik yang tak bisa terurai dengan proses alam dipandang menjadi bahan yang paling awet dibandingkan kulit.
 
“Tahun 1996 saya mulai mendalang, awalnya membuat wayang dari kulit pohon dan binatang. Tapi belakangan yang sulit terurai adalah plastik, maka jika menangkap zaman yang paling awet ya plastik,” kata Jumali, dalang wayang Plastik, Rabu, 13 Januari 2016. 

Sejak tahun 2013 Jumali pun mulai membuat wayang dari plastik daur ulang. Botol bekas minuman mineral dipotong kemudian disetrika dan dicat dengan cat khusus yang tembus sinar lampu led asal Perancis. 

Cukup belanja satu kilo botol bekas seharga Rp7.000, Jumali bisa menghasilkan sekitar 50 wayang berukuran standar. Sementara cat khusus didapatnya dari seorang kenalan yang tinggal di Paris, Perancis. "Kenapa saya pakai cat ini, karena dia transparan dan tembus cahaya lampu," katanya menerangkan.
 
Tokoh wayangnya pun mengikuti berbagai tema yang kekinian dan kontemporer. Ada tokoh pejuang, tentara, hingga tukang becak, dan penjual nasi, pria, wanita, dewasa dan anak-anak. 

Semua wayangnya mengikuti gaya wayang klasik yang pipih dan dimainkan di balik layar putih. Seperti yang dimainkan pada Selasa petang 12 Januari 2016 di Jalan Nasional Gang 5 Kecamatan Kebonagung Kabupaten Malang. 

Di hadapan puluhan anak dan warga gang setempat, Jumali membawakan lakon perjuangan tentara Indonesia memenangi pertempuran melawan Belanda dan merebut kemerderkaan. 

Menggunakan bahasa Indonesia yang mudah dipahami, Jumali membawakan tokoh wayangnya yang kocak. Sesekali Jumali juga membawakan lagu nasional bertema perjuangan. "Saya bisa membawakan berbagai lakon kontemporer, apapun permintaan penonton bisa saya buatkan,” katanya menambahkan.
 
Namun, Jumali juga mengetahui banyak tentang wayang klasik. Meskipun dia tak pernah membawakan lakon wayang klasik menggunakan wayang plastik. Juga tak ada masalah dengan rekan dalang wayang klasik yang lain tentang cara mendalangnya. 

“Mereka bilang ini ruang saya, wayang kontemporer, tak ada masalah dengan teman dalang yang lain. Ini cara saya mengenalkan wayang dengan cara yang lebih menarik dan mengembalikan pada filosofinya, menggunakan bayangan,” katanya.
 
Gelaran yang berlangsung tak lebih dari 40 menit itu banyak membuat penonton cilik tertawa karena Jumali berinteraksi dengan gaya kocak dengan penonton. "Lucu ceritanya, belum pernah lihat wayang," kata Alexander Wahyu, penonton cilik berusia 8 tahun yang ikut melihat pertunjukan Jumali.

(mus)