Lezatnya Sungkui, Kuliner Melayu Sanggau yang Nyaris Punah
- VIVA.co.id/Aceng Mukaram
VIVA.co.id – Sungkui. Demikian nama makanan khas Melayu yang terkenal di Kalimantan Barat. Makanan ini terbuat dari beras, dan sungkui, daun yang tertanam luas di hutan Kalimantan. Cara memasaknya memakan waktu lima hingga enam jam.
Makanan khas Melayu di Kabupaten Sanggau ini sebenarnya digunakan di hari-hari istimewa, seperti hari raya, pernikahan hingga khitanan. Sungkui seringkali disantap makanan bersama hati ayam, opor ayam dan sambal nanas.
Adalah Puspa Sari, wanita kelahiran 1974 yang merupakan pemilik Kantin Pacuna yang menjual sungkui di Sanggau. Tempatnya berada di pinggiran Sungai Kapuas, tepatnya di Jalan Muara Kapuas, RT 002 RW 002, Kelurahan Tanjung Sekayam, Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau. Setiap harinya, ratusan orang berkunjung ke kedai miliknya Puspa.
Ia pun bercerita soal Sungkui yang kini banyak digemari oleh masyarakat di sana. Mulai masyarakat biasa hingga pejabat teras berkunjung ke kantin miliknya.
“Pak bupati biasa makan di sini. Yang berkunjung banyak. Bahkan bapak bupati Sanggau beserta rombongan, Pak camat beserta rombongan. Fotonya ada, saya pajang,” ujar Puspa kepada VIVA.co.id baru-baru ini.
Puspa menjelaskan, awal mula ia menjual sungkui dikarenakan ia ingin menjual menu sarapan yang berbeda. Itu karena nasi kuning dan bubur ayam sudah banyak dijual sebagai menu sarapan. Ia lantas memutuskan untuk menjual menu makanan yang sudah mulai langka.
“Jadi saya berpikir, saya mau jual (menu) sarapan yang beda dari orang lain satu macam saja, tapi fokus. Lalu saya mikir, ‘ah lebih baik saya jualan Sunkui’, karena sunkui ini makanan tradisional orang Melayu Sanggau, dan belum ada yang jualan Sunkui di Sanggau ini. Hanya saya saja,” kata Puspa.
Cara membuat sungkui adalah dengan mencuci beras, dibungkus dengan daun sungkui dan direbus selama kurang lebih enam jam. Kemudian sungkui dimakan dengan lauk pauk, terdiri dari opor ayam, kerupuk ikan dan sambal nanas.
Mesti baru menggeluti usahanya tersebut selama satu bulan, tetapi ia sudah kewalahan melayani banyaknya permintaan setiap harinya.
“Karena usaha saya ini baru, kurang lebih satu bulan. Satu ekor ayam dibagi delapan. Jadi delapan porsi habis. Peminat banyak sekali. Satu porsi harganya Rp25.000,” ucapnya.
Dari awal memulai bisnis, modal Puspa berasal dari dana pribadi. Ia yakin, semua jerih payahnya akan membuahkan hasil. “Bantuan dari pemerintah belum ada. Pemikiran dari sendiri, karena saya mau beda dari orang lain (menjual menu) sarapannya,” kata Puspa.
Bahkan, hingga pembuatan makanan khas Melayu Sanggau itu, ia membuatnya sendiri. Sebab, dalam membubui makanan khas itu perlu keseriusan.
“Bekerja sendiri, tidak dibantu. Saya masak sendiri, saya sendiri yang menyajikan sendiri,” ujar Puspa Sari.
Setiap ada acara besar di Kabupaten Sanggau, Puspa juga selalu mendapat pesanan membuat Sungkui. Pesanan biasanya datang dalam partai besar. Keuntungan yang didapat Puspa dalam sehari mencapai Rp200 ribu.
Ia pun mengatakan bahwa selama ia masih sanggup, ia akan terus berjualan sungkui. Bukan hanya untuk mencari uang, namun juga demi melestarikan kuliner lokal yang kini mulai langka.
“Saya tidak akan pernah meninggalkan sungkui. Saya akan terus berjualan sungkui. Saya berpikir tidak rugi menjual sungkui. Kalau bukan saya, siapa lagi,” ucap Puspa.
Ketika ditanya dari mana ia belajar memasak kuliner khas Melayu Sanggau itu, Puspa menjawab, “Sebelum saya menjalani usaha ini, saya bertanya-tanya dulu dengan masyarakat asli sini. Mereka mau mengajari dengan senang hati, karena makanan tradisional. Jadi harus tetap dijaga marwahnya.” (ren)