Dianggap Sehat, Minuman Ini Rusak Gizi Bayi dan Anak

Susu kental manis.
Sumber :
  • Pixabay/ TheUjulala

VIVA – Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) meminta Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk meninjau kembali Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018. 

Peraturan tersebut tentang Label Pangan Olahan terkait pasal yang mewajibkan produsen kental manis mencantumkan pada labelnya, kata-kata yang terkesan bahwa kental manis ini hanya dilarang untuk bayi hingga usia 12 bulan saja. Menurut BPKN, itu memberikan kesan kepada masyarakat bahwa kental manis, aman dikonsumsi bayi dengan usia 13 bulan. 

"Bunyi dari peraturan itu harus dikaji kembali. Itu kan sama artinya bahwa kental manis bisa dikonsumsi bayi yang usianya masih 13 bulan. Padahal, kental manis tidak boleh dianggap sebagai asupan gizi untuk pertumbuhan karena bisa merusak," ujar Koordinator Komisi Advokasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal E Halim, dalam keterangan tertulis, Senin 28 September 2020. 

Baca juga: Tips Tangkal Hoax Soal COVID-19 dan Contek Info Karantina Korea

Menurut Rizal, kental manis dapat merusak pertumbuhan atau gizi bayi dan anak-anak, jika dikonsumsi. "Perka BPOM itu harus ditinjau ulang. Kita akan mengadakan komunikasi dengan BPOM terkait hal itu," lanjut dia. 

Rizal menuturkan, hal serupa pernah dilakukan BPKN pada 2017 lalu, saat meminta agar kata susu dalam kata-kata Susu Kental Manis (SKM) dicabut. Menurut Rizal, alasannya saat itu adalah karena ada fakta dari ahli gizi dan dokter anak yang menyampaikan bahwa kandungan yang ada di dalam SKM itu lebih didominasi gula dan bukan susu.

"Kita waktu itu menyatakan cukup keras agar kata susu itu tidak digunakan lagi pada label susu kental manis, dan akhirnya disepakati kata susunya dicopot," tuturnya. 

Karenanya, Rizal juga meminta agar pelaku usaha atau produsen kental manis, ikut mensosialisasikan dan mengedukasi masyarakat bahwa produk ini tidak boleh digunakan untuk anak-anak. 

Baca juga: Moms, Jangan Sepelekan Perkembangan si Kecil saat Pandemi COVID-19

"Pelaku usaha harus punya tanggungjawab untuk menyampaikan bahwa kental manis itu bukan susu tapi bahan tambahan makanan atau untuk topping makanan. Dijual tidak apa-apa, tapi positioning produknya harus tahu bahwa kental manis itu bukan susu seperti susu-susu yang lain yang dipakai untuk asupan gizi," tutur dia.

Hal senada disampaikan Ketua Asosiasi Dosen Hukum Kesehatan Indonesia, Dr dr. H.M. Nasser, Sp.KK , D.Law. Menurutnya, Perka BPOM yang meminta produsen kental manis untuk mencantumkan di label kata-kata tidak boleh digunakan untuk bayi berusia 0-12 bulan, bisa dicurigai bahwa BPOM memihak kepada kepentingan pengusaha. 
 
“Jadi, harus segera diubah itu Perka BPOM. Perka harus segera direvisi dan dicabut, tidak boleh itu. Karena kalau dibiarkan, itu sama dengan kita membiarkan adanya upaya-upaya konkret sistematis dan terencana, untuk membuat perburukan gizi masyarakat," kata dia. 
 
Perburukan gizi masyarakat menurut dokter Nasser bisa disebabkan tiga faktor. Pertama, karena adanya ketidaktahuan masyarakat. Kedua, karena ketidakmampuan masyarakat untuk membeli bahan-bahan berkualitas. Ketiga, karena sistem yang ada memberi kesempatan bagi produsen untuk memperdagangkannya. 

Dokter Spesialis Gizi RS. Pelni, dr. Jovita Amelia, MSc, Sp.GK, juga menegaskan, kandungan SKM yang sebagian besar gula dan proteinnya hanya sekitar 1 gram per saji itu, memang tidak bisa menggantikan susu untuk anak maupun dewasa. 

"Kandungannya kan sebagian besar gula saja. Kalau itu diberikan ke anak yang makanan utamanya susu, tentu akan membuat anak kurang gizi. Bahkan untuk anak dengan usia dua tahun yang sudah bisa diberikan makanan keluarga saja, jika diberikan SKM ini tidak ada fungsinya sama sekali, itu sama seperti memberikan sirup ke anak," tutur dokter Jovita Amelia.